Beri Kuliah Kebangsaan di UI, Gubernur Lemhannas RI: Pancasila Berada Di Tengah Berbagai Ideologi
Berita & Artikel Kamis, 2 Juni 2022, 03:30
Kita dalam tindakan-tindakan kita harus berpegang kepada alinea keempat pembukaan UUD 45 dan ditutup dengan Pancasila, kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto. Hal tersebut disampaikan Gubernur Lemhannas RI saat memberikan Kuliah Kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) bertempat di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, Depok pada Kamis, (02/06). Kuliah tersebut mengangkat tema Pancasila, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Tantangan Indonesia Kontemporer.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa tren konflik kontemporer yang dihadapi Indonesia saat ini adalah gray zone. Yang dimaksud dengan gray zone adalah saat di mana proses atau jalan menuju perang semakin sulit dibaca, bisa dimulai dari pernyataan sebuah negara, embargo dagang, embargo teknologi, atau ranah siber. Kekuatirannya adalah gray zone, ketika path to war itu tidak jelas kapan dimulainya dan bahkan juga tidak jelas kapan endingnya, kata Gubernur Lemhannas RI.
Lebih lanjut, Gubernur menyampaikan beberapa kerawanan nasional. Pertama, instabilitas domestik. Dalam indeks perdamaian global, Indonesia berada di kondisi relative baik, kondisi kebebasan global Indonesia juga relatif baik, indeks demokrasi Indonesia juga sudah berada di level baik, tetapi indeks persepsi anti korupsi Indonesia masih berada di level sedang-rendah.
Kedua adalah ancaman siber. Menurut Gubernur Lemhannas RI, penetrasi siber dan kapasitas siber Indonesia masih rendah. Saat ini, Indonesia sudah memiliki organisasi siber, yaitu BSSN, tetapi Indonesia belum memiliki UU siber dan kebijakan mengenai siber. Oleh karena itu, kebijakan siber sedang berusaha diselesaikan pemerintah secepat-cepatnya. Menurut Gubernur Lemhannas RI, hal tersebut penting karena jumlah anomali traffic internet pada Desember 2021 mencapai 242.066.168. Jika angka tersebut dirata-rata, maka setiap harinya anomali traffic internet mencapai angka 8 juta. Hal tersebut menjadikan Indonesia rawan atas ancaman siber.
Ancaman sekarang bukan kurangnya komunikasi dan data, tapi bahwa kita tidak bisa lepas dari komunikasi dan kita mengalami data overload dan information overload yang tidak bisa kita olah, ujar Gubernur Lemhannas RI.
Ketiga, ancaman kerawanan lingkungan dan kesehatan lautan. Menyoroti adanya ancaman kerawanan lingkungan, Lemhannas RI membuat kajian ekonomi hijau dan ekonomi biru. Menurut Gubernur Lemhannas RI, peluang Indonesia menjadi negara utama dunia ekonomi hijau sangat besar dan potensi ekonomi biru nomor ke-4 tertinggi di dunia. Namun, kerawanan ekologi Indonesia belum pada kondisi baik dan kesehatan laut masih rendah. Kesadaran kita untuk beralih ke protein biru tidak ada sehingga (kesehatan laut) sangat rendah, tutur Gubernur Lemhannas RI.
Keempat, adalah kerawanan nasional terhadap manusia. Pada tahun 2019, Human Development Indeks (HDI) Indonesia sebesar 0,718. Namun, saat adanya penyesuaian menjadi Planetary Pressures-Adjusted Human Development Indeks (PHDI), yakni ditambahkan indeks ancaman terhadap planet, skor Indonesia menjadi 0,691. Skor tersebut memang menempatkan Indonesia sebagai kelompok tinggi, yaitu pada peringkat 107 dari 189 negara. Penurunan skor tersebut disebabkan kerawanan-kerawanan di ekonomi hijau dan ekonomi biru. Ini pekerjaan yang harus dilakukan Indonesia ke depannya. Namun, Indonesia harusnya memulai pekerjaan ini dari 10 tahun yang lalu, kata Gubernur Lemhannas RI. Oleh karena itu, Gubernur Lemhannas RI mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama berakselerasi.
Dalam menghadapi kerawanan-kerawanan di atas, Lemhannas RI menyusun dua kerangka kerja ketahanan nasional dalam menangkal kerawanan nasional. Pertama, kerangka kerja pengelolaan krisis yang terdiri dari tata kelola, manajemen risiko, manajemen krisis, pemulihan cepat, dan keberlanjutan. Kedua, kerangka kerja institusi yang terdiri dari adanya regulasi, kerangka institusi, gelar operasional, alokasi sumber daya, dan adopsi teknologi.
Terkait kerawanan-kerawanan tersebut, dalam bentuk ideologi politik dunia, Pancasila berada ditengah-tengah diantara paham ideology elitis, komunitarian, egaliter, dan individualis. Dalam ideologi globalisasi di antara globalisme, universalisme, kontekstualisme, dan nasionalisme, Pancasila juga berada di tengah-tengah. Karena tepat di tengah, di setiap kebijakan kita harus hati-hati dengan pemilihan kata. Kalau tidak kita bisa dianggap terlalu ke satu sisi, pungkas Gubernur Lemhannas RI. (NA/CHP)