Direktorat Pengkajian Ekonomi dan SKA Selenggarakan FGD, Fokus pada Green Economy

Berita & Artikel Senin, 20 Juni 2022, 08:26

Direktorat Pengkajian Ekonomi dan SKA Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Implementasi Green Economy Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Ruang Gatot Kaca, Gedung Asta Gatra, Lemhannas RI, Jakarta pada Senin (20/6).

Kegiatan tersebut dibuka oleh Direktur Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI Brigjen TNI Dedy Jusnar Hendrawan. Kegiatan FGD hari ini akan berfokus pada green economy, yaitu ketersediaan dan optimalisasi pembiayaan untuk transisi ke ekonomi hijau, best practices dan kerangka regulasi ekonomi hijau di tingkat global, penerapan transisi energi guna mendukung ekonomi hijau, dan strategi pembangunan ekonomi hijau di Indonesia. Kegiatan ekonomi hijau tidak hanya terfokus pada transformasi kegiatan perekonomian ke arah perubahan penggunaan energi, namun keadaan perekonomian masyarakat yang berkelanjutan akan terus menjadi perhatian, kata Direktur Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Kedeputian Pengkajian Lemhannas RI Brigjen TNI Dedy Jusnar Hendrawan.

FGD tersebut menghadirkan empat orang narasumber. Mereka adalah Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan RI Noor Syaifudin, S.E., S.S.T., Ak.,M.M., MPP., Ph.D., Project Coordinator for the United Nations Partnership for Action on Green Economy (UN-PAGE) Indonesia Diah Ratna Pratiwi, M.A., Presiden Direktur PT Vale Indonesia Febriani Eddy, dan Direktur Lingkungan Hidup Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/BAPPENAS) Ir. Medrilzam, M., Prof. Econ, Ph.D.

Materi pertama disampaikan oleh Analis Kebijakan BKF yang memaparkan tentang ketersediaan dan optimalisasi pembiayaan untuk transisi ke ekonomi hijau. Ia memaparkan tiga hal, yakni strategi kebijakan fiskal perubahan iklim, nilai ekonomi karbon dan dukungan energi transition. Indonesia merupakan negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Risiko dari perubahan iklim tersebut, yaitu kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan, kerusakan ekosistem lautan, penurunan kualitas kesehatan dan kelangkaan pangan. Perubahan iklim dapat meningkatkan resiko bencana hidrometeorologi hingga mencapai 80% dari total bencana yang terjadi di Indonesia dan potensi kerugian ekonomi. Menurutnya, hal ini merupakan suatu hal yang signifikan dan perlu mendapatkan perhatian bersama.

Kemudian, Analis Kebijakan BKF tersebut menyampaikan terkait komitmen pemerintah untuk mitigasi perubahan iklim yang terbagi dalam lima sektor, yakni sektor kehutanan, sektor energi dan transportasi, sektor limbah, sektor pertanian, dan sektor IPPU. Adapun ketahanan iklim yang dipersiapkan untuk adaptasi, yakni ketahanan ekonomi, ketahanan sosial, dan ketahanan ekosistem serta lingkungan. Pada awal tahun 2021 pemerintah menyampaikan Long-Term Strategy untuk Low Carbon dan Climate Resilience yang salah satu poin pentingnya adalah untuk mencapai Net Zero Emission di tahun 2060.

Narasumber berikutnya Project Coordinator for UN-PAGE memaparkan Best Practices dan kerangka regulasi ekonomi hijau di tingkat global. Saat ini Indonesia sedang menghadapi the two interconnected triple crises. Hal ini terjadi pada empat aspek, yakni circularity gap, accelerated inequality yang artinya masyarakat dapat jatuh kedalam kemiskinan yang ekstrem, biodiversity loss & species extinction artinya sekitar satu miliar dua ratus juta orang bergantung pada sektor-sektor yang melibatkan jasa ekosistem, lalu climate crisis pemanasan dunia saat ini menyebabkan kerugian global sebanyak 2% dalam jam kerja pada tahun 2030. Sejalan dengan hal tersebut, perlu adanya investasi pada sumber daya alam sebagai sumber pertumbuhan dan kesejahteraan. Hal tersebut yang menggagaskan tentang green economy. Green economy memiliki lima prinsip, yakni well-being (kesejahteraan), justice (keadilan), planetary boundaries (batasan lingkungan), efficiency & sufficiency (efisiensi dan kecukupan), dan good governance (tata kelola pemerintahan).

Materi selanjutnya dibawakan oleh Direktur PT Vale Indonesia Febriani Eddy yang memberikan perspektif dari dari pertambangan PT Vale Indonesia. Ia membawakan materi yang berjudul penerapan transisis energi di PT Vale Indonesia untuk mendukung ekonomi hijau. Transisi ke energi bersih, banyak membutuhkan mineral-mineral penting, di antaranya nikel. Jadi penting karena kita negara penghasil terbesar, ketahanan nasional jangan sampai hilang disitu, ujarnya. Sebagai bagian dari solusi, nikel yang dibutuhkan untuk transisi ke energi bersih harus disuplai dari proses yang berkelanjutan. Proses penambangan dan pengolahan yang berkelanjutan adalah suatu keharusan, jika tidak nikel kita membantu menurunkan karbon di negara lain/dunia, namun menyisakan masalah lingkungan dan sosial di negara sendiri, tutur Direktur PT Vale Indonesia. PT Vale Indonesia sendiri mendukung transisi menuju energi baru dan terbarukan melalui praktek pertambangan yang berkelanjutan. PT Vale Indonesia mengukur kinerja dari 3Ps, yakni people, planet, profit, dan sustainability. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa PT Vale Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon sebesar 33% untuk pada tahun 2030 dan net zero pada tahun 2050. Dengan keharusan untuk mengurangi emisi rumah kaca secepatnya, kami berkomitmen untuk bergantung pada teknologi yang sudah terbukti dan tidak ada penambahan penggunaan karbon untuk mendapatkan target 2030, pungkas Febriani.

Paparan terakhir dibawakan oleh Direktur Lingkungan Hidup Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/BAPPENAS dengan tajuk strategi pembangunan ekonomi hijau di Indonesia. Indonesia menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim, diantaranya peningkatan suhu, perubahan curah hujan, kenaikan permukaan laut, dan gelombang ekstrem meningkat. Ia memaparkan dampak dari perubahan iklim terhadap keamanan nasional yang dapat mengancam kedaulatan negara. Hal ini diakibatkan permukaan laut meningkat dan gelombang badai dapat menghilangkan pulau terdepan dan mengurangi batas kedaulatan negara. Selanjutnya dapat menyebabkan gangguan ketahanan pangan karena adanya perubahan iklim pada sektor pertanian sehingga mengakibatkan gagal panen. Dampak lain dapat menyebabkan gangguan operasi militer dan peningkatan pengungsi, kriminalitas & kejahatan lintas nasional.

Direktur Lingkungan Hidup Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/BAPPENAS juga menyampaikan bahwa ekonomi hijau sebagai bagian dari strategi transformasi ekonomi untuk mendorong Indonesia lepas dari middle income trap sebelum 2045. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya transformasi ekonomi melalui pergeseran struktur ekonomi dari sektor kurang produktif ke sektor lebih produktif. Salah satu strategi transformasi ekonomi adalah melalui ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. Melalui implementasi yang tepat, ekonomi hijau menyediakan alat (tools) yang dibutuhkan untuk mentransformasi aktivitas ekonomi menjadi lebih berkelanjutan dan inklusif.

Lebih lanjut, ia menyampaikan kebijakan ekonomi hijau melalui pembangunan rendah karbon mampu menciptakan lapangan kerja baru yang lebih berkelanjutan. Hal ini disebabkan kegiatan energi baru terbarukan, efisiensi energi daur ulang, dan kegiatan lainnya bersifat lebih padat karya daripada gray/brown investment. (SP/CHP)


Tag

Berita Lainnya