Selain itu, Dadan Umar Daihani mengungkap bahwa Lemhannas RI mengusulkan studi kolaboratif dengan mitra regional untuk memastikan bahwa konektivitas strategis yang berpusat pada ALKI I, II, dan III dapat diintegrasikan dengan rantai pasokan maritim yang menghubungkan negara-negara Selatan (South Connectivity) dan menjadi pemain global utama di masa depan. Hal tersebut, menurutnya sejalan dengan perpindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara yang menggeser pusat gravitasi.
Kami juga berharap dengan bekerja sama, kita dapat membangun solidaritas yang lebih kuat antar bangsa untuk membangun struktur dunia yang demokratis, setara, dan adil, menuju koeksistensi geopolitik progresif, pungkas Dadan Umar Daihani.
Pada penghujung acara, dalam pidato penutupnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa wilayah Asia Tenggara berhasil berlayar maju dan berada di jalur yang tepat untuk menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pasar tunggal terbesar di dunia pada tahun 2030, dan pusat pertumbuhan global. Tren positif ini hanya akan bertahan dalam gelombang yang akan datang jika kita memperkuat ASEAN sebagai busur stabilitas kawasan kita, katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Retno Marsudi juga menyampaikan tiga hal. Pertama adalah ASEAN harus saling mendengar untuk bisa berkompromi mempertimbangkan pandangan yang berbeda. Lalu untuk bisa bertahan hidup bersama, ASEAN harus mengadopsi paradigma yang saling menguntungkan.
Yang kedua, kata Retno Marsudi, yaitu busur ASEAN dinavigasi dengan arsitektur kawasan yang inklusif. Menurutnya, inklusivitas merupakan nilai inti bagi ASEAN untuk menjadi kompas ASEAN dalam berlayar ke depan. Untuk itu, Indonesia dan ASEAN harus mengarusutamakan ASEAN Outlook on Indo-Pacific sebagai pengarusutamaan inklusivitas. Melalui ASEAN Outlook on Indo-Pacific, ASEAN akan mengarahkan semua negara untuk saling percaya melalui kerja sama yang konkrit.
Dan yang ketiga adalah busur ASEAN perlu ditambatkan pada aturan hukum. Laut kita harus menjadi laut yang terbuka, bebas bagi semua untuk mendapatkan manfaat tetapi bukan tanpa aturan, jelas Retno Marsudi. Hal yang menjadi tantangan, menurutnya adalah bagaimana menemukan cara untuk menegakkan secara konsisten pada deklarasi ZOPFAN, The Treaty of Amityand Cooperation in Southeast Asia (TAC), The Bali Principle, dan ASEAN Outlook on Indo-Pacific.
Di akhir pidatonya, Retno Marsudi mengungkap bahwa ASEAN akan dapat bertahan menghadapi lautan yang penuh tantangan di masa depan jika dipelihara bersama-sama. Saya sangat yakin bahwa forum ini akan menghasilkan promosi ide-ide untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, sejahtera, dan inklusif, tuturnya. (SP/BIA)
" />
Selain itu, Dadan Umar Daihani mengungkap bahwa Lemhannas RI mengusulkan studi kolaboratif dengan mitra regional untuk memastikan bahwa konektivitas strategis yang berpusat pada ALKI I, II, dan III dapat diintegrasikan dengan rantai pasokan maritim yang menghubungkan negara-negara Selatan (South Connectivity) dan menjadi pemain global utama di masa depan. Hal tersebut, menurutnya sejalan dengan perpindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara yang menggeser pusat gravitasi.
Kami juga berharap dengan bekerja sama, kita dapat membangun solidaritas yang lebih kuat antar bangsa untuk membangun struktur dunia yang demokratis, setara, dan adil, menuju koeksistensi geopolitik progresif, pungkas Dadan Umar Daihani.
Pada penghujung acara, dalam pidato penutupnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa wilayah Asia Tenggara berhasil berlayar maju dan berada di jalur yang tepat untuk menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pasar tunggal terbesar di dunia pada tahun 2030, dan pusat pertumbuhan global. Tren positif ini hanya akan bertahan dalam gelombang yang akan datang jika kita memperkuat ASEAN sebagai busur stabilitas kawasan kita, katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Retno Marsudi juga menyampaikan tiga hal. Pertama adalah ASEAN harus saling mendengar untuk bisa berkompromi mempertimbangkan pandangan yang berbeda. Lalu untuk bisa bertahan hidup bersama, ASEAN harus mengadopsi paradigma yang saling menguntungkan.
Yang kedua, kata Retno Marsudi, yaitu busur ASEAN dinavigasi dengan arsitektur kawasan yang inklusif. Menurutnya, inklusivitas merupakan nilai inti bagi ASEAN untuk menjadi kompas ASEAN dalam berlayar ke depan. Untuk itu, Indonesia dan ASEAN harus mengarusutamakan ASEAN Outlook on Indo-Pacific sebagai pengarusutamaan inklusivitas. Melalui ASEAN Outlook on Indo-Pacific, ASEAN akan mengarahkan semua negara untuk saling percaya melalui kerja sama yang konkrit.
Dan yang ketiga adalah busur ASEAN perlu ditambatkan pada aturan hukum. Laut kita harus menjadi laut yang terbuka, bebas bagi semua untuk mendapatkan manfaat tetapi bukan tanpa aturan, jelas Retno Marsudi. Hal yang menjadi tantangan, menurutnya adalah bagaimana menemukan cara untuk menegakkan secara konsisten pada deklarasi ZOPFAN, The Treaty of Amityand Cooperation in Southeast Asia (TAC), The Bali Principle, dan ASEAN Outlook on Indo-Pacific.
Di akhir pidatonya, Retno Marsudi mengungkap bahwa ASEAN akan dapat bertahan menghadapi lautan yang penuh tantangan di masa depan jika dipelihara bersama-sama. Saya sangat yakin bahwa forum ini akan menghasilkan promosi ide-ide untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, sejahtera, dan inklusif, tuturnya. (SP/BIA)
">
Selain itu, Dadan Umar Daihani mengungkap bahwa Lemhannas RI mengusulkan studi kolaboratif dengan mitra regional untuk memastikan bahwa konektivitas strategis yang berpusat pada ALKI I, II, dan III dapat diintegrasikan dengan rantai pasokan maritim yang menghubungkan negara-negara Selatan (South Connectivity) dan menjadi pemain global utama di masa depan. Hal tersebut, menurutnya sejalan dengan perpindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara yang menggeser pusat gravitasi.
Kami juga berharap dengan bekerja sama, kita dapat membangun solidaritas yang lebih kuat antar bangsa untuk membangun struktur dunia yang demokratis, setara, dan adil, menuju koeksistensi geopolitik progresif, pungkas Dadan Umar Daihani.
Pada penghujung acara, dalam pidato penutupnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa wilayah Asia Tenggara berhasil berlayar maju dan berada di jalur yang tepat untuk menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pasar tunggal terbesar di dunia pada tahun 2030, dan pusat pertumbuhan global. Tren positif ini hanya akan bertahan dalam gelombang yang akan datang jika kita memperkuat ASEAN sebagai busur stabilitas kawasan kita, katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Retno Marsudi juga menyampaikan tiga hal. Pertama adalah ASEAN harus saling mendengar untuk bisa berkompromi mempertimbangkan pandangan yang berbeda. Lalu untuk bisa bertahan hidup bersama, ASEAN harus mengadopsi paradigma yang saling menguntungkan.
Yang kedua, kata Retno Marsudi, yaitu busur ASEAN dinavigasi dengan arsitektur kawasan yang inklusif. Menurutnya, inklusivitas merupakan nilai inti bagi ASEAN untuk menjadi kompas ASEAN dalam berlayar ke depan. Untuk itu, Indonesia dan ASEAN harus mengarusutamakan ASEAN Outlook on Indo-Pacific sebagai pengarusutamaan inklusivitas. Melalui ASEAN Outlook on Indo-Pacific, ASEAN akan mengarahkan semua negara untuk saling percaya melalui kerja sama yang konkrit.
Dan yang ketiga adalah busur ASEAN perlu ditambatkan pada aturan hukum. Laut kita harus menjadi laut yang terbuka, bebas bagi semua untuk mendapatkan manfaat tetapi bukan tanpa aturan, jelas Retno Marsudi. Hal yang menjadi tantangan, menurutnya adalah bagaimana menemukan cara untuk menegakkan secara konsisten pada deklarasi ZOPFAN, The Treaty of Amityand Cooperation in Southeast Asia (TAC), The Bali Principle, dan ASEAN Outlook on Indo-Pacific.
Di akhir pidatonya, Retno Marsudi mengungkap bahwa ASEAN akan dapat bertahan menghadapi lautan yang penuh tantangan di masa depan jika dipelihara bersama-sama. Saya sangat yakin bahwa forum ini akan menghasilkan promosi ide-ide untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, sejahtera, dan inklusif, tuturnya. (SP/BIA)
">
Menteri Luar Negeri RI Menyampaikan Tiga Hal untuk Memperkuat ASEAN sebagai Busur Stabilitas Kawasan
Berita & ArtikelKamis, 15 Juni 2023, 07:54
Setelah berlangsung selama dua hari, Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 berakhir pada Kamis (15/6) di Hotel Borobudur, Jakarta. Tenaga Profesional Bidang Sumber Kekayaan Alam Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A. memberikan ikhtisar atas acara yang diselenggarakan pada forum tersebut.
Dadan Umar Daihani, menyampaikan bahwa keselamatan, stabilitas, dan kemakmuran ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuannya mempertahankan sentralitasnya dalam menjaga keamanan geomaritim di kawasan. Oleh karena itu, semua anggota ASEAN perlu mengambil tanggung jawab dan kepentingan pada diskusi lebih lanjut untuk mengembangkan arsitektur keamanan dan skenario geomaritim untuk mencakup sebanyak mungkin berbagai pendekatan dari kekuatan eksternal.
Hal lain yang disampaikan Dadan Umar Daihani adalah tentang peningkatan dominasi ekonomi Tiongkokdalam memperluas cakupan Belt and Road Initiative (BRI) serta kekhawatiran konflik yang berkelanjutan di Laut China Selatan. Hal tersebut mendorong tiga mitra AUKUS untuk memperkuat aliansinya dengan menyediakan delapan sampai 12 kapal selam serangan bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia (RAN) selama tiga dekade ke depan dan dimulai dari tahun 2023.
Tentang stabilitas kawasan, Dadan Umar Daihani menyampaikan beberapa upaya untuk menemukan strategi perdamaian dan kerja sama yang tahan lama di kawasan. Rezim dalam kebebasan navigasi, menurutnya juga perlu diperkuat dan dilestarikan untuk menjamin lintas damai, lintas transit, dan lintas alur kepulauan.
Mengakhiri penyampaiannya, Dadan Umar Daihani mengatakan bahwa ASEAN perlu berdiri teguh dalam setiap masalah geomaritim berdasarkan piagamnya dan mengurangi ketergantungan pada kekuatan besar lainnya. "Forum ini setuju bahwa ASEAN tetap relevan di lingkungan yang tidak menentu," ungkapnya.
Selain itu, Dadan Umar Daihani mengungkap bahwa Lemhannas RI mengusulkan studi kolaboratif dengan mitra regional untuk memastikan bahwa konektivitas strategis yang berpusat pada ALKI I, II, dan III dapat diintegrasikan dengan rantai pasokan maritim yang menghubungkan negara-negara Selatan (South Connectivity) dan menjadi pemain global utama di masa depan. Hal tersebut, menurutnya sejalan dengan perpindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Nusantara yang menggeser pusat gravitasi.
Kami juga berharap dengan bekerja sama, kita dapat membangun solidaritas yang lebih kuat antar bangsa untuk membangun struktur dunia yang demokratis, setara, dan adil, menuju koeksistensi geopolitik progresif, pungkas Dadan Umar Daihani.
Pada penghujung acara, dalam pidato penutupnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan bahwa wilayah Asia Tenggara berhasil berlayar maju dan berada di jalur yang tepat untuk menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, pasar tunggal terbesar di dunia pada tahun 2030, dan pusat pertumbuhan global. Tren positif ini hanya akan bertahan dalam gelombang yang akan datang jika kita memperkuat ASEAN sebagai busur stabilitas kawasan kita, katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Retno Marsudi juga menyampaikan tiga hal. Pertama adalah ASEAN harus saling mendengar untuk bisa berkompromi mempertimbangkan pandangan yang berbeda. Lalu untuk bisa bertahan hidup bersama, ASEAN harus mengadopsi paradigma yang saling menguntungkan.
Yang kedua, kata Retno Marsudi, yaitu busur ASEAN dinavigasi dengan arsitektur kawasan yang inklusif. Menurutnya, inklusivitas merupakan nilai inti bagi ASEAN untuk menjadi kompas ASEAN dalam berlayar ke depan. Untuk itu, Indonesia dan ASEAN harus mengarusutamakan ASEAN Outlook on Indo-Pacific sebagai pengarusutamaan inklusivitas. Melalui ASEAN Outlook on Indo-Pacific, ASEAN akan mengarahkan semua negara untuk saling percaya melalui kerja sama yang konkrit.
Dan yang ketiga adalah busur ASEAN perlu ditambatkan pada aturan hukum. Laut kita harus menjadi laut yang terbuka, bebas bagi semua untuk mendapatkan manfaat tetapi bukan tanpa aturan, jelas Retno Marsudi. Hal yang menjadi tantangan, menurutnya adalah bagaimana menemukan cara untuk menegakkan secara konsisten pada deklarasi ZOPFAN, The Treaty of Amityand Cooperation in Southeast Asia (TAC), The Bali Principle, dan ASEAN Outlook on Indo-Pacific.
Di akhir pidatonya, Retno Marsudi mengungkap bahwa ASEAN akan dapat bertahan menghadapi lautan yang penuh tantangan di masa depan jika dipelihara bersama-sama. Saya sangat yakin bahwa forum ini akan menghasilkan promosi ide-ide untuk mewujudkan kawasan Indo-Pasifik yang damai, sejahtera, dan inklusif, tuturnya. (SP/BIA)