Sulawesi Utara Menjadi Lokus Pemetaan Potensi Laut Indonesia
Berita & Artikel Minggu, 28 Juli 2024, 05:14
Dalam rangka mengumpulkan data kajian jangka panjang tentang Pemetaan Potensi Laut Indonesia sebagai Penyerap Karbon untuk Pencapaian Target Net Zero Emission (NZE), Tim Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI bertolak ke Lokus Provinsi Sulawesi Utara. Pengumpulan data tersebut dilaksanakan sejak 28 Juli 2024 sampai 2 Agustus 2024 yang dipimpin langsung Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P.
Selama berada di Lokus Provinsi Sulawesi Utara, Tim Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI melaksanakan dua FGD, yakni di Universitas Sam Ratulangi dan Kantor Gubernur Sulawesi Utara. Selain melaksanakan FGD, rombongan juga melakukan peninjauan lapangan ke beberapa tempat, di antaranya peninjauan lapangan potensi karbon biru (mangrove, padang lamun, dan rumput laut) di Desa Wisata Budo dan peninjauan lapangan pengalengan ikan di PT Samudra Mandiri Sentosa.
Kajian jangka panjang ini dilakukan untuk memberikan masukan terhadap poin-poin pemetaan potensi laut Indonesia sebagai penyerap karbon untuk pencapaian target net zero emission, kata Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. saat menyampaikan sambutan dalam pembukaan FGD.
Secara keseluruhan, luas lautan Indonesia mencapai 74,3% dari total keseluruhan wilayah Indonesia. Namun, potensi energi terbarukan dari laut belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal ekosistem pesisir dan laut (blue carbon) menjadi salah satu solusi berbasis alam untuk melawan perubahan.
Blue carbon juga dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk menciptakan nilai ekonomi melalui perdagangan karbon. Ekosistem blue carbon berpotensi menyerap 50% karbon yang ada di atmosfer. Selain ekosistem blue carbon, ekosistem lain yang berpotensi besar terhadap penyerapan dan penyimpanan karbon adalah mangrove.
Peran mangrove sangat signifikan sebagai penyerap sekaligus penyimpan karbon yang besar. Konservasi mangrove dan ekosistem pesisir termasuk rehabilitasi dan restorasi ekologi. Indonesia mengambil langkah memperkuat kawasan konservasi laut melalui kebijakan visi Marine Protected Area (MPA) untuk mengamankan 32,5 juta hektar perairan Indonesia sebagai kawasan konservasi laut.
Oleh karena itu, seluruh aktivitas ekonomi harus memperhatikan kelestarian ekosistem penyerap dan penyimpan karbon seperti mangrove, padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Pengembangan sektor hilir juga membutuhkan kerangka regulasi dan kelembagaan yang mampu mendukung peran serta pemangku kepentingan ditingkat tapak yang sehari-hari bersinggungan dengan ekosistem karbon biru. Diharapkan pengembangan sektor hilir dapat melindungi, memberdayakan, dan mengaktifkan pengelola ekosistem karbon biru sehingga manfaat nyata dari konservasi atau restorasi blue carbon dapat dinikmati.
Menutup sambutannya, Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI mengucapkan terima kasih kepada seluruh narasumber dan peserta FGD serta pihak-pihak yang terlibat yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam kegiatan tersebut. Semoga kehadiran Bapak dan Ibu sekalian akan menghasilkan solusi pemikiran yang segar dan konstruktif, pungkas Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI. (NA/CHP)