Dukung Visi Pembangunan Ekonomi Biru Indonesia, Lemhannas RI Selenggarakan FGD Pemetaan Potensi Laut untuk Capai Target NZE

Berita & Artikel Kamis, 18 Juli 2024, 08:07

Direktorat Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam (SKA) Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Jangka Panjang yang berjudul Pemetaan Potensi Laut Indonesia sebagai Penyerap Karbon Untuk Pencapaian Target Net Zero Emission (NZE) bertempat di Ruang Kresna, pada Kamis (18/7). Acara tersebut dipimpin langsung oleh Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P.

Perlu diketahui bersama, visi Pembangunan Ekonomi Biru di Indonesia pada tahun 2045 adalah Sumber daya pesisir dan laut kita yang beragam dikelola secara berkelanjutan melalui ekonomi biru yang berbasis pengetahuan untuk menciptakan kesejahteraan sosio-ekonomi, menjamin lingkungan laut yang sehat dan memperkuat ketahanan demi kepentingan generasi sekarang dan masa depan. Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peta Jalan Ekonomi Biru Indonesia sebagai acuan utama untuk mengembangkan ekonomi biru nasional hingga tahun 2045.

Target Utamanya adalah Persentase Lingkungan Laut Indonesia yang ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan (KKP), kontribusi PDB Sektor Maritim, dan ketenagakerjaan Maritim. Misinya, yaitu mengamankan lautan yang sehat, tangguh, dan produktif, mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, meningkatkan kesehatan manusia, kesejahteraan, dan kemakmuran bersama serta menciptakan lingkungan yang mendukung.

Mengutip pernyataan Presiden RI Joko Widodo, Reni Mayerni menyampaikan bahwa blue economy juga menjadi fokus yang harus diperhatikan dalam peningkatan sustainability perekonomian di Indonesia. Pengertian blue economy menurut World Bank adalah konsep pertumbuhan ekonomi dengan penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan, peningkatan pekerjaan, dan mata pencaharian dengan tetap menjaga kesehatan ekosistem laut.

Ekosistem pesisir dan laut (blue carbon) menjadi salah satu solusi berbasis alam untuk melawan perubahan iklim dan mencapai ekonomi hijau, kata Deputi Pengkajian Strategik. Konservasi mangrove dan ekosistem pesisir termasuk rehabilitasi dan restorasi ekologi. Indonesia juga memperkuat kawasan konservasi laut melalui kebijakan visi Marine Protected Area (MPA) untuk mengamankan 32,5 juta hektar perairan Indonesia sebagai kawasan konservasi laut.

Lebih lanjut, Deputi Pengkajian Strategik mengatakan aktivitas ekonomi yang berdampak langsung dan tidak langsung pada kesehatan sumber daya karbon biru di antaranya perikanan, penggunaan lahan, dan transportasi dipastikan memperhatikan kelestarian ekosistem penyerap dan sekaligus penyimpan karbon seperti mangrove, padang lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Pengembangan sektor hilir juga membutuhkan kerangka regulasi dan kelembagaan yang mampu mendukung peran serta stakeholder di tingkat tapak yang sehari-hari bersinggungan dengan ekosistem karbon biru agar mereka bisa terlindungi, berdaya, dan aktif berpartisipasi mengelola ekosistem karbon biru, serta menerima tangible benefit dari konservasi atau restorasi karbon biru, ujar Deputi Pengkajian Strategik.

Sejalan dengan hal tersebut, kajian jangka panjang tersebut dilakukan untuk memberikan masukan terhadap poin-poin pemetaan potensi laut Indonesia sebagai penyerap karbon untuk pencapaian target Net Zero Emission (NZE). FGD yang berlangsung tersebut di fasilitatori oleh Tenaga Profesional Bidang SKA Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, D.E.A.

Paparan dilanjutkan oleh Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Ir. Andi Rusandi, M.Si. Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menyampaikan potensi sektor kelautan dan perikanan Indonesia, yakni kondisi laut Indonesia mempengaruhi iklim dunia dan kekayaan keanekaragaman hayati ikan dan biota laut, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di posisi strategis dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati dan potensi sumber daya laut, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dibutuhkan oleh industri obat, termasuk kosmetik, dan akan dimasukkan ke dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Satgas Fitofarmaka sehingga menyediakan obat terjangkau bagi masyarakat luas.

Adapun tantangan di sektor kelautan dan perikanan, yakni tekanan aktivitas manusia, perubahan iklim, IUU Fishing (penangkapan ikan ilegal), dan polusi laut. Sejalan dengan tantangan tersebut, Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Utama Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menyampaikan lima kebijakan ekonomi biru untuk kelautan dan perikanan berkelanjutan. Pertama adalah memperluas kawasan konservasi laut. Lalu yang kedua adalah penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Ketiga adalah pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan. Keempat adalah pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Lalu yang kelima adalah pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.

FGD tersebut menghadirkan beberapa sumber lainnya, yaitu Kepala Divisi Program Pengembangan Masyarakat, Kelembagaan dan Kebijakan Institut Pertanian Bogor Dr. M. Arsyad Al Amin, M.Si., Ketua Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan RI Dr. Joko Tri Haryanto, S.E., M.S.E., Direktur Program Indonesia Ocean Justice Initiative Stephanie Juwana, S.H., LL.M., dan Plastic Waste and Ocean Manager World Resource Institute Rocky Pairunan. (SP/CHP)


Tag

Berita Lainnya