Tenaga Profesional Bidang Sistem Manajemen Nasional, Laksda TNI (Purn) Untung Suropati menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Internasional, Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2017, di The Kasablanka Mall, Jakarta, Sabtu (21/10).

" /> Tenaga Profesional Bidang Sistem Manajemen Nasional, Laksda TNI (Purn) Untung Suropati menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Internasional, Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2017, di The Kasablanka Mall, Jakarta, Sabtu (21/10).

"> Tenaga Profesional Bidang Sistem Manajemen Nasional, Laksda TNI (Purn) Untung Suropati menjadi salah satu pembicara dalam Konferensi Internasional, Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2017, di The Kasablanka Mall, Jakarta, Sabtu (21/10).

">

Laksda TNI (Purn) Untung Suropati Menjadi Pembicara dalam Conference on Indonesian Foreign Policy 2017

Berita & Artikel Sabtu, 21 Oktober 2017, 03:01

CIFP merupakan festival diplomasi yang mempertemukan pejabat, duta besar, diplomat, politisi, selebriti, pengusaha, tokoh masyarakat, kalangan militer, intelijen, peneliti, pakar, jurnalis, pengamat, dosen, serta mahasiswa. Perhelatan internasional ini mengangkat tema besar Win-Wining ASEAN, Conquering Globalization sebagai peringatan 50 tahun berdirinya ASEAN pada tahun ini dan kaitannya dengan masalah globalisasi yang akhir-akhir ini kembali menjadi sorotan dunia.

Terdiri dari 18 sesi dengan 80 orang pembicara dari dalam maupun luar negeri, Untung Suropati, menjadi salah satu pembicara untuk mengisi sesi Lemhannas yang membahas mengenai Konflik Laut Cina Selatan.Hadir pula sebagai pembicara pada sesi ini, Prof. Hasjim Djalal Diplomat Senior Indonesia, Prof. Richard Heydarian Asisten Profesor Hubungan Internasional dan Ilmu Politik di Universitas De La Salle, Dr. Ha Anh Tuan Peneliti Senior dan Direktur Pusat Analisis Kebijakan di Akademi Diplomatik Vietnam, dan Thomas Benjamin Daniel selaku Analis di Institut Studi Strategis dan Internasional Malaysia.

Dalam paparannya, menurut Untung Suropati, Indonesia sudah semestinya harus memainkan peran tradisionalnya sebagai penyeimbang strategis. Hal ini pada dasarnya merupakan inti dari basis kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

Sesuai dengan pidato Bung Hatta Mendayung di antara Dua Karang di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) di Yogyakarta, 2 September 1948, mengenai sikap politik luar negeri Republik Indonesia, tidak boleh jadi pihak pasif dalam politik internasional, tetapi harus menjadi pelaku aktif yang berhak memutuskan pendiriannya sendiri, seperti ditulis oleh Rosihan Anwar, dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Volume 2.

Menghadapi konflik dan sengketa di Laut China Selatan, menurut Untung Suropati, ada dua cara, yaitu pertama, seni perang tertinggi adalah menaklukkan musuh tanpa adanya perkelahian atau kontak fisik, yakni dengan meraih kemenangan secara singkat tanpa perkelahian. Kedua, dengan mengenali musuh dan diri sendiri, maka seratus pertempuran pun tidak akan menjadi berbahaya.

Jika Anda mengabaikan musuh, tapi mengenali baik kemampuan diri maka menang atau kalah atau setara tidak masalah. Namun jika anda mengabaikan keduanya maka dengan kata lain anda sedang berperang dengan keduanya, jelas Untung Suropati. Serta faktor terakhir sangat bergantung pada Indonesia, sebagai negara terbesar dan paling penting di kawasan Asia


Tag