JGF VIII Lemhannas RI Bahas Kemitraan Strategis untuk Industri Maritim Berkelanjutan
Berita & Artikel Rabu, 25 September 2024, 09:10
Dalam plenary session II Jakarta Geopolitical Forum (JGF) VIII/2024 pada Rabu (25/9), di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Lemhannas RI menghadirkan sejumlah narasumber yaitu Director of Crimario Project Dr. Martin Inglott, Director of HC & Corporate Services Pertamina International Shipping Surya Tri Harto, Business Development Manager at Scytalys EFA Group Jakub Similski, dan Managing Director A.P. Moller Singapore Pte Ltd (Maersk Line Singapore) Rene Piil Pedersen.
Plenary session II JGF VIII/2024 membahas tentang Strategic Partnership For Sustainable Maritime Industry. Kegiatan diawali dengan trigger speech yang disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Perhubungan Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D.
Wihana Kirana mengawali paparannya dengan membahas lanskap global. Pergeseran lanskap global yang disampaikan Wihana Kirana adalah geopolitik yang juga menciptakan geoekonomi. Geopolitik tidak hanya mengubah geoekonomi, tetapi juga tren logistik, mobilitas, pelabuhan laut hingga transportasi laut yang sangat penting dalam pertukaran lanskap tersebut. Itulah mengapa saya menyadari bahwa (ekonomi) biru adalah perubahan ekonomi dan kemudian (ekonomi) hijau juga merupakan perubahan lingkungan, perubahan keberlanjutan. Kita berbicara tentang industri maritim di Indonesia, dan kemudian geopolitik, teknologi, sehingga banyak risiko bagi kita, ujar Wihana Kirana.
Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perhubungan sedang menyiapkan regulasi. Dikatakan oleh Wihana Kirana bahwa Kementerian Perhubungan tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai operator (operator pelabuhan). Pelabuhan ditempatkan di banyak tempat untuk terhubung guna mengurangi ketimpangan dan perbedaan pendapatan antara Indonesia Timur dan Barat.
Lebih lanjut, Wihana Kirana menyampaikan Indonesia terdaftar dan masuk dalam kategori anggota International Maritime Organization (IMO) yang artinya, Indonesia memiliki banyak peluang untuk membuat kemitraan strategis, seperti dengan negara-negara Melanesia, negara-negara berkembang, negara-negara Asia, Cina, India, BRICS, dan juga anggota-anggota (IMO) yang lain.
Tentang transformasi digital, Wihana Kirana memperkenalkan beberapa regulasi baru terkait dengan platform area digital, yakni ekosistem logistik baru yang merupakan salah satu peluang kami untuk membuat kemitraan strategis. Kemudian, untuk memenuhi lanskap baru, Kementerian Perhubungan juga mempersiapkan sumber daya manusia agar bisa mengikuti perkembangan. Salah satu kemungkinan kemitraan strategis bukan hanya platform teknologi tetapi juga sumber daya manusia, karena untuk mengikuti pengalaman teknologi global, diperlukan beberapa kolaborasi. Berbicara tentang pemahaman strategi teknologi, visi baru dari visi global harus diketahui, lalu turun ke pola pikir dan kemudian fokus pada regulasi.
Mengenai tantangan dan peluang untuk kolaborasi, Wihana Kirana menyampaikan perlu adanya penyediaan di beberapa titik transportasi, dan jaringan transportasi berdasarkan infrastruktur terintegrasi, komoditas, penyedia layanan logistik, regulasi, sistem informasi untuk membuat kolaborasi. Harap rekan-rekan kami dari Lemhannas akan membantu kami untuk mendiskusikan dan memantau untuk mendorong Kementerian Perhubungan berikutnya mengikuti ide keberlanjutan dalam industri maritim, juga industri maritim digital, pungkas Wihana Kirana.
Narasumber selanjutnya, Martin Inglott menyampaikan paparannya yang berjudul Interconnecting The Maritime Domain In The Indo-Pacific Region. Martin Inglott mengatakan lebih dari 90% produk dunia diangkut oleh industri pelayaran global yang merupakan pusat perdagangan internasional. Selain itu, fakta mengatakan bahwa sektor manajemen waktu menghadapi sejumlah besar masalah yang menimbulkan ancaman bagi efisiensi, keamanan, dan profitabilitasnya. Ancaman keamanan maritim, kompleksitas operasional, kepatuhan terhadap peraturan, kemajuan teknologi yang mahal, tekanan ekonomi, dan risiko geopolitik adalah beberapa dari tantangan-tantangan tersebut.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, industri dan pemerintah perlu berkolaborasi melalui pendekatan multi-pemangku kepentingan, idealnya dengan memanfaatkan solusi teknologi yang umum dan canggih yang memfasilitasi konektivitas, ujar Martin Inglott.
Pada kesempatan tersebut, Martin Inglott menyampaikan cara The Indo Pacific Regional Information Sharing (IORIS) mendukung industri pelayaran dalam mengatasi ancaman keamanan maritim. IORIS digunakan oleh angkatan laut penjaga pantai dan industri sekarang berkomunikasi secara rahasia dan real time. Selain itu, IORIS juga membantu para mitranya menghindari zona konflik, menjaga stabilitas regional, dan menanggapi berbagai insiden. Selain itu, IORIS juga memungkinkan komunikasi yang terpisah dan aman antara sejumlah besar kapal dagang dan kapal perang serta membantu mengoordinasikan tindakan defensif dan reaktif untuk memfasilitasi perjalanan yang lebih aman ke daerah-daerah yang bergejolak.
Lebih lanjut, Surya Tri Harto narasumber selanjutnya mengatakan industri maritim menyumbang 2,5% (dua koma lima persen) energi global terkait dengan emisi CO2 (Karbon Dioksida). Dua koma lima persen energi global tersebut penting karena merupakan bagian dari industri transportasi, termasuk industri bahan bakar penerbangan. Perusahaan pelayaran dan logistik menengah terintegrasi kami juga memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada inisiatif untuk mengurangi emisi, Kata Surya.
Dikatakan oleh Surya bahwa Pertamina International Shipping (PIS) telah membangun fondasi yang kokoh untuk menjadi pemimpin global dalam pengiriman berkelanjutan dan logistik kelautan. Tidak hanya mencakup bisnis pelayaran, PIS juga mendorong program transportasi dari asal ke tujuan. Layanan lain yang PIS berikan adalah layanan penghubung antara laut dan darat, kemampuan untuk mengelola kepemilikan aset pelabuhan, mengelola bisnis logistik, serta mengelola layanan pendukung lainnya seperti uji coba, seperti bisnis layanan kelautan.
Dalam sudut pandang bisnis, Surya mengatakan bahwa saat ini PIS berfokus pada minyak bumi, tetapi juga ingin memperluas pada bahan kimia juga dalam bisnis container. Dikatakan olehnya bahwa PIS ingin mewujudkan perluasan bisnisnya ke wilayah tersebut dan juga memperluas bisnis geografis selain bisnis logistik kelautan dan jasa kelautan.
Selanjutnya, Jacub Similski dalam paparannya mengatakan Industri maritim sering digambarkan sebagai denyut nadi perdagangan global. Menurut Internasional Cyber of Shipping yang dikelola oleh lalu lintas laut, industri maritim bisa mencapai 19 persen total perdagangan dunia yang tentunya bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dan kemajuan aspek geopolitik.
Adapun peran teknologi dalam keamanan maritim yang disampaikan Jacub, yakni transformasi melalui teknologi canggih, lalu peningkatan pengawasan, integrasi sensor, tautan data dan platform otomatis, lalu penggunaan artificial intelligence (AI), big data, machine learning, dan sistem tanpa awak, serta peningkatan kesadaran domain maritim dan efisiensi operasional.
Jakub melanjutkan, bahwa Scytalys EFA Group menawarkan sistem yang menyeluruh untuk menghadapi masalah-masalah maritim kontemporer dengan menawarkan beberapa program, diantaranya MIMS C2 yang dapat membuat common tactical picture (CTP) yang terintegrasi dengan sensor dan data link dan bisa menyampaikan informasi dalam bahasa yang sama, lalu ada ULS untuk mengelola dan menyebarluaskan informasi digital yang telah diproses serta meningkatkan gambaran taktis umum, selain itu ada program National Data Link yang merupakan suatu bahasa yg memungkinkan lembaga yg berbeda bisa saling berkomunikasi dalam bahasa yang sama pada media yang aman secara real time, dan lainnya.
Jakub menegaskan juga dalam paparannya, bahwa Scytalys EFA Group berkomitmen untuk memahami kebutuhan pelanggan, menyediakan solusi yang bukan hanya mendukung pelanggan tetapi juga menguntungkan dalam jangka panjang. Kami menyediakan standar, kami mengajari perorangan cara menggunakan, cara menangani masalah, cara memperbaiki masalah yang terjadi, tegas Jakub.
Narasumber terakhir dalam plenary session II JGF hari pertama, Rene Piil Pedersen menyampaikan target utama dari Moller Singapore Pte Ltd adalah mengurangi karbon dioksida pada tahun 2040. Perhatian utamanya terhadap ketersediaan bahan bakar yang ramah lingkungan, seperti methanol. Namun, bahan bakar tersebut bisa dikatakan sangat rumit karena beracun. Oleh karena itu, Rene berharap dengan adanya teknologi yang tersedia dapat membangun kapal yang bisa menggunakan bahan bakar ramah lingkungan tersebut. (SP/CHP)