Gubernur Lemhannas RI Bahas Demokrasi di Era Digital pada Pelatihan Digital Leadership Academy Kementerian Kominfo
Berita & Artikel Jumat, 21 Oktober 2022, 01:27
Hari ini kita berada dalam era konsolidasi demokrasi. Mestinya diharapkan kita bisa melakukan 7 kali pemilu demokratik berturut-turut, kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Andi Widjajanto saat menjadi narasumber dalam Digital Leadership Academy (DLA) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara virtual pada Jumat (21/10).
Dalam acara tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan apabila Indonesia berhasil melakukan demokrasi keenam dan ketujuh. Setelah era reformasi, Indonesia akan menjadi salah satu negara dari 40 negara yang memiliki predikat demokrasi matang.
Kondisi Demokrasi Indonesia cenderung berada di papan tengah global. Lembaga internasional menilai Indonesia unggul pada aspek elektoral melalui pelaksanaan pemilu demokratis rutin. Selain itu, masyarakat Indonesia juga dinilai cukup leluasa untuk menyampaikan pendapatnya di platform publik.
Namun demikian, Gubernur Lemhannas RI menilai Indonesia masih relatif lemah di aspek budaya politik. Proses kaderisasi pun belum berjalan optimal. Merujuk pada kondisi tersebut, kondisi demokrasi yang dinilai belum matang, menjadikannya lebih rentan terhadap dampak negatif dari disrupsi teknologi digital, misalnya praktik manipulasi yang terjadi melalui ruang digital. Sejalan dengan hal tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa ada banyak ancaman demokrasi lain, mulai dari kembalinya rezim authoritarian, penggunaan politik identitas, merebaknya korupsi, dan praktek diskriminasi.
Gubernur Lemhannas Ri juga menilai bahwa pada dasarnya Pemerintah sejak tahun 2014 sudah berusaha membangun jejaring infrastruktur digitalnya yang relative massive. Yang harus kita perkuat berikutnya adalah misalnya tentang dari sisi digital equality disaat kita harus memastikan semua warga negara di setiap wilayah dimanapun itu memiliki akses kepada teknologi jejaring digital yang sama, tuturnya.
Dilihat dari kapasitas digital nasional, tantangan yang ada mulai dari kelompok kriminal, teroris siber, hacktivism dan peretas pemula menunjukkan betapa kompleksnya ancaman saat ini. Untuk mengatasi ini satu-satunya cara bagi Indonesia adalah meningkatkan secara signifikan kapasitas digital nasionalnya, ungkap Gubernur Lemhannas RI.
Lebih lanjut terkait digitalisasi demokrasi, Gubernur Lemhannas RI menjelaskan bahwa digitalisasi demokrasi memiliki banyak tingkatan yang paling massive dari sisi adaptasi teknologi, dan pengembangan infrastruktur adalah e-voting. e-voting adalah satu sisi yang harus kita siapkan. Mungkin tidak akan sempat untuk pemilu 2024 tapi mungkin untuk pemilu dimana demokrasi kita sudah matang di 2029 hal ini sudah bisa dilakukan, kata Gubernur Lemhannas RI.
Selanjutnya, Gubernur Lemhannas RI memaparkan hal-hal yang harus dilakukan untuk menuju kematangan digital. Di Indonesia, penilaian indeks kesantunan digital (digital civility) masih cukup rendah. Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memang harus meningkatkan kematangan digital dengan cara mengadopsi teknologi digital dan melakukan penguatan literasi digital untuk memperkuat narasi yang tidak menebar ketakutan. Jika tidak berhasil bergerak ke digital, teknologinya akan stagnan yang kemudian narasinya akan lebih cenderung ke arah narasi yang bersifat ketakutan. Selain itu, hal lain yang muncul adalah mobokrasi demokrasi yang dikendalikan oleh massa yang telah beralih ke digital dan memunculkan hoaks, maka terjadilah demokrasi yang akan dipenuhi misinformasi politik.
Kita harapkan tentunya ada demokrasi yang lebih interaktif ketika demokrasi digital secara kinetik didukung oleh gerakan akar rumput yang kuat dan kita juga bisa mengembangkan demokrasi, pungkas Gubernur Lemhannas RI.