Susi Pudjiastuti Bercerita Tiga Tahun Menjabat MKP kepada Peserta PPSA XXI
Berita & Artikel Rabu, 25 Oktober 2017, 09:31
Perubahan yang terjadi di kelautan dan perikanan barangkali hampir seperti revolusi. Kalau dilihat dari situasi penangkapan ikan di Indonesia. Karena dulu lebih dari sepuluh ribu kapal asing, baik berbendera Indonesia, maupun masih berbendera negaranya, maupun tidak berbendera tapi dari luar, itu beroperasi di wilayah laut Indonesia, ujar wanita yang juga pemilik Susi Air tersebut.
Seperti yang disampaikan oleh Susi Pudjiastuti, berdasarkan data Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Kajiskan), stok ikan di wilayah Indonesia merangkak naik dari semula 6,5 juta ton menjadi 12,54 juta ton. Kenaikan yang luar biasa kalau kita itung 6 juta ton dari 1 Dollar saja itu sudah 6 Miliar Dollar. 6 Miliar Dollar kalau dihitung dalam Rupiah sekitar 10 Ribu Triliun, jelas Susi.
Disamping itu, nilai tukar nelayan dan nilai usaha perikanan juga mengalami kenaikan yang signifikan. berdasarkan pada data dari BPS dan BI, kita juga berhasil menaikkan nilai tukar nelayan dari 104 menjadi 110. Nilai usaha perikanan juga naik dari 103 menjadi 120, ujar Susi.
Kebijakan lain yang sempat menimbulkan kontroversi dan penolakan dari komunitas nelayan yakni Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang dengan peraturan tersebut Kapal Asing dan Kapal Eks Asing dilarang mengeksplorasi kekayaaan laut Indonesia. Selain itu Susi juga memberlakukan pelarangan transhipment (alih muatan di tengah laut) sejak 2014. Itu dilakukan melalui penerbitan Permen Nomor 57 Tahun 2014 tentang alih muatan.
Alasan pelarangan karena Indonesia sebagai negara yang berdaulat, memiliki pelabuhan, Angkatan Laut, dan Polisi, masa transhipment ditengah laut diperbolehkan. Kalau mengangkut hasil tangkapan itu bukan transhipment namanya, ujar Susi. Tujuan penerbitan Permen ini adalah untuk pengawasan serta pengendalian praktek illegal fishing yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 30 triliun per tahun.
Permasalahan tidak berhenti sampai disitu, seperti yang terjadi di Belitung, dimana masih sering didapati kapal-kapal asing yang dimodifikasi menjadi kapal Indonesia. Menggunakan modus yang berbeda, yakni dengan memalsukan KTP awak kapal Vietnam menjadi berkewarganegaraan Indonesia.
Sekarang modus mereka berubah. Angkatan Laut di Natuna sudah menangkap kapal eks Vietnam, ketika di periksa KTP-nya sudah Indonesia namun tempat lahirnya Vietnam, tambah Susi Pudjiastuti. Menurutnya, setelah dilakukan sensus terhadap 115 eksportir pengelolaan ikan, kerugian yang diakibatkan dari illegal fishing dalam sepuluh tahun (periode 2003 2013) mencapai miliaran dollar.
Susi Pudjiastuti tak menampik, bahwa benar di perairan Indonesia banyak kapal-kapal asing yang melakukan pencurian ikan alias illegal fishing. Namun dirinya memiliki harapan besar agar kapal-kapal tersebut tidak lagi kembali ke Indonesia. Benar banyak kapal-kapal raksasa yang melaut di laut kita, dan saya tidak ingin kapal-kapal raksasa itu melaut kembali di laut kita, karena itu akan membuat sumber daya kita tidak berkelanjutan, tegas Susi.
Wanita asal pengandaran ini pun sempat mengutarakan harapannya kepada para peserta PPSA XXI sebagai calon-calon pimpinan nasional, agar dapat men-support perjuangannya dalam mengembalikan Indonesia menjadi poros maritim dunia.