Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Selenggarakan FGD Menguatnya Ideologi Transnasional
Berita & Artikel Selasa, 31 Mei 2022, 09:29
Direktorat Pengkajian Ideologi Politik Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Menyikapi Menguatnya Ideologi Transnasional dalam Rangka Konsolidasi Demokrasi di Ruang Krisna Gedung Asta Gatra Lemhannas RI, Jakarta pada Selasa (31/05).
Kegiatan tersebut dibuka oleh Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni. Transisi demokrasi Indonesia mengalami tantangan ketika dihadapkan pada masuknya paham dari luar atau ideologi transnasional yang dapat mempengaruhi perilaku kehidupan bermasyarakat. Mencermati hal tersebut Lemhannas RI sebagai organisasi yang menganut manajemen modern, menyelenggarakan pengkajian strategis sebagai bahan masukan presiden dalam pengambilan kebijakan (Think-Thank), khususnya menyikapi ideologi transnasional dalam rangka konsolidasi demokrasi kata Deputi Pengkajian Strategik Lemhannas RI Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni saat membacakan sambutan.
FGD tersebut menghadirkan delapan orang narasumber. Mereka adalah Direktur Bina Ideologi Karakter dan Wawasan Kebangsaan Kementerian Dalam Negeri RI Drs. Drajat Wisnu Setyawan, M.M., Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI Dr. H. Adib, M.Ag., Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden Dr. Rumadi Ahmad, M.A., Direktur Deradikalisasi BNPT RI Prof. Dr. Irfan Idris, M.A, Pakar Ideologi Pancasila Prof. Yudi Latif, Ph.D., Kepala Desk Politik dan Hukum, Harian Kompas Bapak Antony Lee, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Bapak Arya Fernandes, dan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik BRIN Drs. M. Hamdan Basyar, M.Si.
Materi pertama disampaikan oleh Drs. Drajat Wisnu Setyawan, M.M. yang memaparkan tentang regulasi dan peran pemerintah dalam menyikapi menguatnya ideologi transnasional. Ideologi Transnasional merupakan ideologi yang menyebar yang dianggap warga, di banyak negara akibat perbatasan ekonomi dan sosial antarnegara yang semakin kabur dan semakin berkembang di era digitalisasi ini, kata Direktur Bina Ideologi Karakter dan Wawasan Kebangsaan Kementerian Dalam Negeri RI menjelaskan.
Internalisasi nilai Pancasila wajib diterapkan untuk menghambat nilai transnasional, di antaranya Pancasila sebagai rujukan utama untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, memerangi radikal yang dapat memecah belah bangsa, memupuk rasa nasionalisme dan mengembangkan kepribadian bangsa dan menolak kebudayaan buruk budaya asing.
Narasumber berikutnya, yaitu Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama RI Dr. H. Adib, M.Ag., menyampaikan perspektif dari Kementerian Agama dalam menyikapi menguatnya ideologi transnasional dalam rangka konsolidasi demokrasi yang dapat dibangun dengan cara moderasi beragama. Indikator moderasi beragama yang terdiri dari komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi untuk menuju kehidupan yang damai, jelas Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama itu dalam paparannya.
Penguatan moderasi beragama sangat relevan karena bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada sejumlah tantangan, antara lain berkembangnya cara pandang, sikap dan praktik beragama yang ekstrem bahkan mengarah kepada terorisme. Lalu berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama yang berpotensi memicu intoleransi dan konflik sosial, serta berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan paham kebangsaan.
Pakar Ideologi Pancasila Prof. Yudi Latif, Ph.D. pada FGD tersebut memaparkan transformasi sosial berbasis pancasila terbagi menjadi tiga ranah, yaitu Ranah Mental-Karakter (Sila pertama, kedua, dan ketiga) yang merupakan masyarakat religius dengan etika-spiritualitas yang berperikemanusiaan, egaliter, mandiri, amanah, serta sanggup menjalis persatuan (gotong royong) dengan semangat pengorbanan. Lalu Ranah Institusional (Sila keempat) merupakan negara hukum dalam sistematik kekeluargaan yang mengintegrasikan kekuatan nasional melalui demokrasi permusyawaratan yang berorientasi persatuan dan keadilan. Terakhir Ranah Material (Sila kelima) merupakan perekonomian merdeka yang berkeadilan, berlandaskan usaha tolong-menolong, disertai penguasaan Negara atas kekayaan bersama serta memberi nilai tambah dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebenarnya kita di Indonesia sudah mempunyai ideologi Pancasila yang mestinya dipahami dan diamalkan oleh seluruh elemen masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tampaknya kita harus selalu melontarkan slogan Membumikan Nilai Pancasila, kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik BRIN Drs. M. Hamdan Basyar, M.Si. sebagai pembicara terakhir pada penyelenggaraan FGD tersebut. (NA/CHP)