Lemhannas RI Selenggarakan Rapat Penyusunan Rekomendasi Urgent dan Cepat Dinamika Politik Global Tahun 2025
Berita & Artikel Rabu, 16 Juli 2025, 14:00Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI menyelenggarakan Rapat Penyusunan Rekomendasi Urgent dan Cepat (Jurpat) tentang Dinamika Politik Global Semester I dan Proyeksi Semester II Tahun 2025 di Ruang Kresna, pada Rabu (16/7). Disampaikan oleh Deputi Pengkajian Strategik Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. bahwa hasil dari diskusi tersebut akan dijadikan rekomendasi strategis untuk disampaikan kepada Presiden RI.
Dalam sambutannya, Gubernur Lemhannas RI Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si. mengatakan diskusi yang berlangsung sangat relevan dengan dinamika politik global yang semakin kompleks. Seperti diketahui bersama bahwa kompetisi antar negara-negara besar, yaitu Amerika Serikat, Tiongkok dan Rusia masih menjadi sorotan utama politik global saat ini. Dampak atau risiko politik global selama paruh awal 2025 masih memperlihatkan ketidakpastian geopolitik yang terjadi.
Dikatakan oleh Gubernur Lemhannas RI bahwa tensi antara negara besar belum berkembang ke arah positif yang menyebabkan kondisi geopolitik global semakin tidak baik yang secara garis besar dapat digambarkan dari situasi konflik Rusia-Ukraina, ketegangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, serta dinamika di kawasan Timur Tengah yang masih terus bergejolak. Kondisi geopolitik yang tidak stabil tersebut tentu memengaruhi kondisi ketahanan nasional sebagai sebuah konsepsi pengembangan kekuatan nasional.
Dalam rangka mengamati dan mengukur risiko politik global terkait rivalitas tiga negara besar tersebut, Lemhannas RI akan meninjau tiga variabel utama, yakni persaingan Amerika Serikat-Rusia yang mencakup perang di Ukraina dan perang dagang, lalu persaingan Amerika Serikat-Tiongkok yang meliputi isu Selat Taiwan, Semenanjung Korea, Laut Tiongkok Selatan, dan perang dagang, serta geopolitik Timur Tengah yang mencakup hubungan Arab-Israel, Arab-Iran, Palestina-Israel, Iran dan Suriah. “Pengamatan dinamika politik global pada semester I 2025 dan proyeksi semester II 2025 menjadi penting bagi pemerintah untuk merumuskan strategi mitigasi yang tepat menghadapi ketidakstabilan geopolitik yang mungkin akan memburuk dengan berbagai dinamika yang akan terjadi,” ujar Gubernur Lemhannas RI.
Dari hasil diskusi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan yang berharga bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan luar negeri yang strategis dan responsif terhadap dinamika global. Rapat penyusunan rekomendasi yang dimoderatori oleh Brigjen TNI Aloysius Nugroho Santoso, S.E., M.M menghadirkan beberapa narasumber. Penasihat Bidang Keamanan Maritim dan Pertahanan Laut Indo Pacific Strategic Intelligence Laksda (Purn) Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H pada kesempatan tersebut menyampaikan dampak dari persoalan geopolitik global, di antaranya adalah Laut Cina Selatan dan dampak perang dagang AS-Tiongkok.
Risiko kerawanan Laut Cina Selatan menyebabkan terjadinya tiga eskalasi, yakni aktivasi pangkalan militer Tiongkok di Mischief Reef, bentrokan kapal nelayan Vietnam-Tiongkok pada Juni 2025, dan patroli maritim AS meningkat. Hal tersebut menyebabkan dampak pada kawasan, seperti negosiasi COC (code of conduct) menjadi stagnan serta ASEAN yang terfragmentasi (Kamboja/Laos pro-Tiongkok sedangkan Filipina/Vietnam kritikus). Dari dampak pada kawasan, kedaulatan sumber daya alam Indonesia menjadi terancam.
Pada perang dagang AS-Tiongkok, AS telah meningkatkan tarif impor mobil listrik Tiongkok menjadi 50% dan Tiongkok membalas dengan pembatasan ekspor langka bumi. Hal tersebut tentunya memiliki dampak secara global, seperti meningkatnya inflasi Eropa sampai 2.5% akibat mahalnya barang elektronik, lalu relokasi industri ke Asia Tenggara, yaitu Vietnam dan Indonesia sebagai penerima utama Foreign Direct Investment(FDI), serta resesi minor di negara bergantung ekspor, seperti Jerman dan Korea Selatan.
Lebih lanjut, Surya Wiranto memetakan penilaian risiko 2025 pada semester I yang terbagi kedalam tiga indikator, yakni 3 konflik bersenjata (Ukraina, Gaza, Sudan), 5 uji coba nuklir di Korea Utara, dan inflasi global yang memiliki rata-rata sebesar 5.7%. Ketiga indikator tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan bagi Indonesia, yaitu volatilitas harga energi meningkat sebanyak 15% dan penurunan ekspor manufaktur ke Eropa.
Sedangkan pada semester II, Surya Wiranto mengatakan pemicu terbesarnya adalah Pemilu AS pada November 2025 berpotensi picu kebijakan konfrontatif baru terhadap Tiongkok. Sejalan dengan hal tersebut, Surya Wiranto menyimpulkan bahwa Indonesia harus memanfaatkan posisinya sebagai “swing state” dalam rivalitas kekuatan besar, Indonesia juga harus fokus pada diplomasi multilateral, deteksi dini, dan respons lintas sektor yang menjadi kunci menghadapi ketidakpastian global 2025–2026, serta memperkuat ketahanan domestik dan kemandirian strategis yang merupakan landasan utama menuju stabilitas nasional dalam jangka panjang.
Rapat penyusunan rekomendasi tersebut juga menghadirkan berbagai narasumber lain untuk dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai situasi geopolitik global saat ini dan proyeksi ke depannya, yakni Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri RI Ibu Spica Alphanya Tutuhatunewa, Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Bapak Riandy Laksono, Ph.D., Kepala Departemen Hubungan Internasional Binus University Bapak Rangga Aditya, S.Sos., M.Si, Ph.D., Duta Besar Indonesia untuk Lebanon Periode 2019 s.d. 2024 Bapak Hajriyanto Y. Thohari dan Dosen Hubungan Internasional President University Bapak Anggara Raharyo, S.I.P., M.P.S. (SP/CHP)