Kepala BNN RI: Narkoba Harus Dilihat sebagai Isu Ketahanan Nasional

Berita & Artikel Selasa, 29 Juli 2025, 14:00

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia Komjen Pol. Marthinus Hukom, S.I.K., M.Si., berkesempatan memberikan ceramah kepada Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) angkatan ke-25 Lemhannas RI di Ruang Bhinneka Tunggal Ika, pada Selasa (29/7). 

Pada kesempatan tersebut, Marthinus Hukom menyampaikan materinya yang berjudul “Kebijakan dan Strategi Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba”. Isu narkoba, kini telah ditetapkan ke dalam Asta Cita nomor tujuh, yakni memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan. Dikatakan oleh Marthinus Hukom, bahwa narkoba merupakan paradoks dari pembangunan nasional. “Saya setuju narkoba tidak lagi di potret sebagai isu kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), tapi harus melihatnya sebagai isu ketahanan nasional,” ujar Marthinus Hukom.  Disampaikan juga bahwa narkoba tidak bisa lagi dilihat sebagai isu domestik, melainkan isu regional dan internasional. Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa 90% narkoba yang ditemukan merupakan hasil impor secara ilegal dari berbagai wilayah.

Pembangunan SDM Indonesia akan sia-sia dan tidak akan melahirkan generasi bangsa yang unggul dan berdaya saing apabila dirusak narkoba. Marthinus Hukom mengatakan bahwa ancaman narkoba bukan sebatas persoalan aspek kesehatan dan hukum, tetapi terkait aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, keamanan, dan pertahanan bangsa.

Lebih lanjut Marthinus Hukom menyampaikan moral standing Kepala BNN. Pertama adalah memandang kejahatan narkoba sebagai ancaman kemanusiaan dan ancaman peradaban. Lalu yang kedua adalah bertindak represif terhadap jaringan sindikat narkoba dan memiskinkan para sindikat tersebut. Marthinus Hukom mengatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memberikan payung besar, yakni Asta Cita untuk menekankan semua masyarakat Indonesia jika ada yang bermain dengan narkoba dipastikan merupakan sikap melawan negara. Kemudian moral standing yang ketiga adalah bersikap humanis terhadap penyalahguna narkoba dan merehabilitasi pengguna.

Indonesia merupakan negara yang sangat rentan menjadi target pemasaran narkoba oleh jaringan sindikat narkoba internasional yang berjejaring dengan sindikat narkoba domestik. Berbagai situasi dan kondisi bangsa saat ini sangat memudahkan terjadinya penyelundupan/peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba.

Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Aspek pertama dari angka prevalensi yang menunjukkan penyalahguna narkoba tahun 2023 sebesar 1,73% atau 3,33 juta jiwa (penduduk usia 15-64 tahun) yang mayoritas dari kalangan usia produktif (usia 15-49 tahun) dan pengguna dari kalangan remaja yang mengalami peningkatan dari 1,44% (2021) menjadi 1,52% (2023) atau setara dengan 312 ribu remaja.

Lalu dari aspek yang kedua terlihat dari posisi dan geografis Indonesia yang berada di jalur laut lalu lintas perdagangan internasional, dan negara kepulauan terdiri 17.500 pulau dan panjang garis pantai 108.000 Km. Kemudian, pada aspek ketiga adalah potensi pasar narkoba di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih 280 juta jiwa menjadi potensi pasar yang besar, dan harga narkoba di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Pada aspek yang keempat adalah kerentanan sosial yang tersorot pada masyarakat nelayan/pesisir rentan menjadi kurir penyelundup narkoba karena tergiur upah yang tinggi, adanya eksistensi kawasan rawan atau sarang bandar narkoba di setiap kota besar, serta terjadinya pergeseran nilai-nilai etika dan moralitas masyarakat.

Menyoroti berbagai aspek terjadinya penyelundupan/peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba, BNN RI menetapkan beberapa kebijakan dan strategi sebagai pijakan program pencegahan dan pemberantasan narkoba yang dilaksanakan BNN. Pertama adalah penguatan kolaborasi melalui salah satunya melalui pembangunan komunikasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan dalam mendukung P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotik). Lalu yang kedua adalah penguatan intelijen melalui pembangunan big data intelijen untuk mendukung kebijakan P4GN (evidence based policy) dan penguatan Drugs Signature Analysis.

Kemudian yang ketiga adalah penguatan wilayah pesisir dan perbatasan negara melalui pembangunan ketahanan masyarakat wilayah pesisir dan perbatasan negara untuk menangkal penyelundupan narkoba. Lalu yang keempat adalah penguatan kerja sama dengan negara perbatasan melalui penguatan koordinasi dengan aparat penegak hukum negara tetangga serta penguatan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerja migran di negara tetangga.

Selanjutnya yang kelima adalah penguatan tematik dan ikonik melalui pembangunan permasalahan mendasar dan aktual di masing-masing wilayah rawan dan yang keenam adalah penguatan SDM dan infrastruktur melalui peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta penguatan sarana prasarana pelayanan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK).

Pada kesempatan tersebut, Marthinus Hukom didampingi oleh Deputi Rehabilitasi dr. Bina Ampera Bukit, M.Kes. dan PIt. Direktur Intelijen Deputi Bidang Pemberantasan BNN Kombes Pol Satria Oktoreza. S.I.K. (SP/CHP)


Tag