Refleksi Semangat Nilai-Nilai Kepahlawanan

Berita & Artikel Jumat, 4 November 2016, 07:33

Pada sisi lain masih ada keresahan bangsa ini terhadap fenomena penjajahan baru di bidang ekonomi yang terus menggerus kedaulatan dan kemandirian ekonomi rakyat.Hal itu tergambar dalam hasil polling (jajak pendapat) yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI pada tanggal 22 s.d 24 Oktober 2016.

Nilai-Nilai Kepahlawanan

Variabel pokok yang diukur dalam polling ini adalah sifat dan nilai kepahlawanan yang saat ini berkembang dalam masyarakat yang mencakup patriotisme, nasionalisme, rela berkorban, berani membela kebenaran, hingga berani melaporkan terhadap berbagai hal yang melanggar hukum kepada yang berwajib.

Secara umum hasil jajak pendapat yang dilakukan mendapatkan fakta, bahwa nilai-nilai kepahlawanan pada elit politik masih lemah, sebanyak 46,2% responden mengungkapkan bahwa nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi tokoh politik/ anggota DPR masih lemah. Demikian pula responden juga beranggapan bahwa penjiwaan nilai kepahlawanan dalam masyarakat juga makin lemah, tercatat sebanyak 50,6% responden yang mengungkapkan hal ini. Fakta melemahnya jiwa kepahlawanan tersebut, ternyata juga terjadi pada aparatur penegak hukum dan juga elite politik. Dari hasil pengolahan data, sebanyak 50,1% responden menilai bahwa nilai-nilai kepahlawanan dalam profesi aparat penegak hukum masih rendah.

Hal tersebut mengindikasikan perilaku para aparatur penegak hukum masih belum sesuai dengan harapan masyarakat. Artinya bahwa kepercayaan publik yang diwakili oleh para responden terhadap aparatur penegak hukum masih relatif rendah. Aparatur penegak hukum dan juga masyarakat seakan tersekat pada rumitnya pembudayaan sadar hukum. Pembudayaan hukum pada suatu masyarakat memakan waktu yang lama, karena terkait dengan faktor pendidikan/pengetahuan, ekonomi, sosial, lingkungan, dan berbagai faktor terkait lainnya. Friedman (1998) dalam American Law Introduction mengemukakan bahwa ada tiga unsur dalam penegakan hukum yaitu legal structure, legal subtance, dan legal culture. Dua unsur di depan yaitu legal structure dan legal substance mudah untuk di susun, namun untuk legal culture yang baik akan memakan waktu yang lama dalam implementasinya bila tidak diiringi dengan legal structure yang kuat.

Meskipun terjadi penurunan nilai-nilai kepahlawanan dalam masyarakat dan elit politik maupun para aparatur penegak hukum sebagaimana tertuang di atas, pada sisi lain jajak pendapat juga menemukan fakta tentang cukup besarnya keberanian masyarakat untuk melaporkan berbagai tindak kriminal. Tercatat sebanyak 48% responden menyatakan keberaniannya dalam mengungkap berbagai tindakan melanggar hukum (korupsi, narkoba, dan kriminalitas).

Adapun berkaitan dengan fenomena sikap kepahlawanan dalam keluarga ternyata ada penguatan. Hal itu terlihat dari keberanian masyarakat untuk melaporkan ke penegak hukum jika keluarga/ kerabatnya terlibat dalam korupsi yang presentasenya mencapai 69,8%. Korupsi merupakan permasalahan yang sulit diberantas, Corruption Perception Index Indonesia menempati urutan 88 dari 168 negara dan masih di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Citra nilai kepahlawanan dalam elite pemerintahan masih cukup baik, dimana sebanyak 50,8% responden menganggap bahwa elite pemerintahan masih bisa dijadikan teladan. Artinya masih ada pengakuan kepercayaan responden terhadap budaya dan kinerja pemerintah.

Jika ditelaah secara mendalam, hasil jajak pendapat menunjukkan adanya pemahaman nilai-nilai kepahlawanan yang berkutat pada dua hal yang mendasar yaitu patriotisme dan nasionalisme. Responden yang memahami nilai-nilai kepahlawanan pada sisi patriotisme mencapai 25,1%; sedangkan nasionalisme 14,2%; adapun yang menilai keduanya sebesar 58,8%.

Penjajahan Barusaat ini

Dari 437 responden di 12 provinsi yang disampling, dihasilkan sebesar 52,2% responden yang mengungkapkan bahwa bentuk penjajahan masa kini adalah penjajahan di bidang ekonomi. Hal ini mengindikasikan jika para responden cenderung berpandangan, bahwa dominasi ekonomi oleh pihak asing merupakan salah satu bentuk penjajahan baru. Lemahnya daya saing, lemahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, dan kondisi perekonomian yang cenderung berkembang lambat serta kuatnya hempasan free trade terhadap ekonomi kerakyatan diindikasi merupakan salah satu pemicu timbulnya persepsi ekonomi sebagai salah satu bentuk penjajahan masa kini. Namun demikian, menurut Presiden Joko Widodo dalam Pembekalan Peserta PPRA LIV dan LV Lemhannas RI pada tanggal 2 November 2016 di Istana Negara, secara implisit memberikan pesan, bahwa nasionalisme juga harus diiringi dengan wawasan internasionalisme yang justru dapat menyadarkan kita dalam memicu bangkitnya etos kerja bangsa Indonesia ketika dihadapkan pada kompetisi antar negara.

Selain hal tersebut di atas, hasil jajak pendapat juga mengungkap sebanyak 14,9% responden yang mengemukakan bahwa penjajahan masa kini adalah penjajahan gaya hidup/ konsumerisme. Sedangkan sebanyak 12,1% responden menganggap bahwa penjajahan masa kini adalah penjajahan ideologi. Data Laboratorium Ketahanan Nasional Lemhannas (Labkurtannas) RI menunjukkan bahwa terjadi penurunan ketahanan ideologi di 12 Provinsi pada tahun 2015 jika dibandingkan tahun 2014.Hal ini menunjukkan bahwa kita harus lebih berhati-hati dalam mengelola kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Peran Negara

Tumbuhnya demokrasi dan politik tanpa diimbangi dengan dasar ideologi nasional yang kuat dalam hal ini adalah Pancasila, akan berdampak pada terjadinya degradasi nilai-nilai kepahlawanan dalam wujud menipisnya nasionalisme, patriotisme, rela berkorban, dan keberanian untuk melaporkan apabila terjadi penyimpangan hukum.

Hasil polling/jajak pendapat yang dilakukan oleh Lembaga Ketahanan Nasional RI sebagaimana tertuang di atas secara umum menyiratkan perlu hadirnya peran negara yang lebih intensif dalam menanamkan nilai-nilai kepahlawanan kepada segenap elemen bangsa melalui metode yang perlu dicari kesesuaiannya dengan kemajuan jaman.

Para pahlawan telah memberikan suri tauladan yang harus dijiwai dan terus dikembangkan oleh segenap generasi bangsa ini. Sebagaimana pesan salah seorang pahlawan nasional, Ki Hadjar Dewantoro yang mengatakan bahwa ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh bangsa ini, yaitu niteni (memperhatikan dengan seksama), nirokke (menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain), dan nambahi (melakukan improvisasi/perbaikan).

Tim Polling/Jajak Pendapat:

  1. Prof. Dr. Djagal W.Marseno, M.Agr
  2. Mayor Jenderal TNI M. Hasyim, S.Sos
  3. Dr. Danang Sri Wibowo R, S.T., M.T.
  4. Kolonel Caj Drs. Mujianto, M.Sc
  5. Megawarni Simamora, S.E., M.M
  6. Shinta Tri Lestari, S.H., M.Kn.
  7. Bhayu Atmojo Putro, S.IP, M.Si.
  8. Pria Jarkasih, S.E., M.Sc.
  9. Nety Nurda, Skom, M.T.
  10. Tisnaini Adelini, S.H.
  11. Ikcha Maulidya, S.Psi.

Berikut Hasil Lengkap Jajak Pendapat:

image001

image002

image003

image004

image005

image006

image007

image008

image009

image010

image011

image012

image013

image014

image015

image016

image017

image018

image019

image020

image021

image022

image023


Tag