FGD Lemhannas: Penguatan Otonomi Daerah untuk Mendukung Pertahanan Negara

Berita & Artikel Senin, 15 Juli 2019, 07:20

Direktorat Pengkajian Pertahanan Keamanan dan Geografi Kedeputian Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Kajian Jangka Pendek dengan topik Penguatan Otonomi Daerah dalam Mendukung Pertahanan Negara Guna Menjaga Keutuhan NKRI di Ruang Gatot Kaca Gedung Astagatra Lemhannas RI, Senin (15/7). Narasumber yang hadir dalam diskusi ini yaitu Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan, M.Si., Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sukoyo, S.H., M.Si., dan Guru Besar Departemen Ilmu Administrasi dan Peneliti Pusat Kajian Pembangunan Administrasi Daerah dan Kota (PKPADK) FISIP Universitas Indonesia Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan, M.Si. dari Kemhan menjelaskan otonomi daerah pada prinsipnya adalah memberikan kewenangan dengan proporsi yang lebih kepada pemerintah daerah, sementara itu sifat dari konsep pertahanan itu sendiri adalah ruang lintas wilayah yang tidak bisa dikotak-kotakkan berdasarkan wilayah administrasi daerah. Dalam konteks wilayah pertahanan, yaitu untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan NKRI, masing-masing daerah harus mau untuk dikoordinasikan dan diintegrasikan dalam wilayah pertahanan Indonesia.

Kekuatan pertahanan negara harus dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dari segala ancaman, kata Bondan. Oleh karenanya, penataan ruang wilayah pertahanan harus dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan sinkron antara kementerian, lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah terkait dengan langkah-langkah yang sistematis dan terencana dalam pembangunan dan pengelolaan wilayah pertahanan dalam kesatuan langkah koordinatif yang kuat. Penataan wilayah pertahanan merupakan bagian penyiapan wilayah dalam rangka mendukung sistem pertahanan negara, ungkap Bondan.

Sementara itu, narasumber dari Kemendagri Sukoyo, S.H., M.Si., mengaitkan otonomi daerah dengan dinamika lingkungan strategis. Otonomi daerah tidak dapat dipisahkan dari dinamika lingkungan strategis, ujar Sukoyo. Dinamika lingkungan strategis yang dimaksud berhubungan dengan lima isu yang sedang berkembang yaitu proxy war yakni melawan kekuatan dengan menggunakan pihak ketiga, konflik komunal yaitu pergeseran nilai dan norma yang membangkitkan ketidakharmonisan, infiltrasi asing yakni datangnya imigran dan pekerja asing ilegal, potensi bencana alam, dan yang terakhir adalah perang cyber yakni memerangi berita bohong.

Berkaitan dengan berbagai ancaman dari dinamika lingkungan strategis ini, Sukoyo menyatakan perlunya pemerintahan daerah untuk segera mengatasi berbagai tantangan yaitu dengan mempercepat kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pembukaan lapangan pekerjaan, peningkatan pelayanan publik dan penataan daerah yang efektif yakni antisipasi pencabutan moratorium, kepentingan strategis nasional, dan fokus pemekaran serta penyesuaian daerah. Tantangan-tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah harus diatasi dengan regulasi, tidak cukup hanya dengan narasi, ujar Sukoyo menutup paparannya.

Narasumber terakhir Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si. merekomendasikan beberapa hal untuk mengefektifkan otonomi daerah. Pertama adalah mempertimbangkan pengalaman masa lalu dengan indikator perubahan yang jelas, lalu membandingkan posisi dengan berbagai negara yang relevan dengan pengalaman Indonesia, melakukan perubahan sesuai dengan cita-cita visi bangsa Indonesia terkait praktik otonomi daerah dan yang terakhir adalah menjaga konsistensi penerapan asas-asas pemerintahan yang telah ditetapkan.


Tag

Berita Lainnya