Keberadaan Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone dan ASEAN

Berita & Artikel Kamis, 15 Juni 2023, 05:04

Dalam session II Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 pada Kamis (15/6), di Hotel Borobudur, Jakarta, mengangkat sub-tema Perjanjian Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone/SEANWFZ).

Diangkatnya sub-tema tersebut karena memandang sentralitas ASEAN akan diuji lebih lanjut oleh beberapa kemitraan keamanan maritim yang baru dibentuk di sekitar Asia Tenggara sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan Tiongkok di kawasan ini. Salah satu kemitraan tersebut sedang mengerjakan proyek kapal selam bertenaga nuklir untuk melawan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik. Proyek tersebut dapat menjadi tantangan yang lebih besar bagi ASEAN, karena komitmennya untuk mempertahankan lingkungan yang bebas nuklir.

Selain itu, dalam hal keamanan militer di kawasan, memang negara-negara ASEAN tidak secara langsung terlibat dalam ketegangan kekuatan maritim di Indo-Pasifik, namun arena geopolitik negara-negara besar ini terjadi di Laut China Selatan dan titik-titik lainnya di kawasan Asia Tenggara. Hal ini membuat terjadinya pergeseran fokus perhatian dari kemakmuran ke keamanan.

Mengawali paparannya, Senior Lecturer, Strategic Studies and International Relations Program of the National University of Malaysia Dr. Chiew-Ping Hoo selaku narasumber menjelaskan bahwa SEANWFZ merupakan perjanjian zona bebas senjata nuklir di dunia yang mencakup laut teritorial, landas kontinen, zona ekonomi eksklusif, perairan kepulauan, dan semua zona maritim seperti yang diklaim oleh negara-negara anggota ASEAN.

Ini juga satu-satunya perjanjian zona bebas senjata nuklir di dunia, sejauh ini, yang tidak memiliki kekuatan utama khususnya negara-negara senjata nuklir yang menandatangani dan setuju dengan protokol kita, kata Dr. Chiew-Ping Hoo.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Chiew-Ping Hoo juga menyoroti berbagai organisasi yang telah didirikan ASEAN, diantaranya Komite Eksekutif Perjanjian SEANWFZ, Jaringan Badan Regulasi ASEAN tentang Energi Atom (ASEANTOM), Jaringan Kerja Sama Energi Nuklir ASEAN Sub Sektor Network (NEC-SSN), dan Forum Regional ASEAN. Menurutnya, organisasi dan forum tersebut dapat dijadikan sebagai jembatan berdialog terkait pelucutan senjata dan untuk meyakinkan negara-negara senjata nuklir terkait niat ASEAN untuk tetap bebas senjata nuklir.

Saya pikir ASEAN dapat memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan oleh komisi SEANWFZ untuk mengusulkan untuk menginstitusionalisasikan bentuk mekanisme konsultatif dengan negara-negara senjata nuklir, ucap Dr. Chiew-Ping Hoo. Diharapkannya, Amerika Serikat dan negara-negara senjata nuklir lainnya mau untuk bergabung ke dalam menyetujui protokol SEANWFZ, seperti China yang baru-baru ini setuju untuk menandatangani perjanjian SEANFWZ dan protokolnya.

Sementara, menurut Dr. Aaron Jed Rabena, dalam menghadapi SEANWFZ, ASEAN perlu lebih banyak bertindak dengan Code of Conduct (COC). ASEAN juga perlu menentukan banyak hal, seperti bagaimana memfasilitasi perjanjian pengendalian senjata antara AS dan Tiongkok serta perjanjian pengendalian senjata antara AS, Rusia, dan Tiongkok. Selain itu ASEAN juga bisa menyusun beberapa skenario diantaranya bagaimana jika Taiwan menggunakan nuklir, bagaimana jika kapal selam Australia menjadi bersenjata nuklir, apakah akan ada pertemuan lainnya selain AUKUS dan QUAD.

Jika ASEAN menganut prinsip non-intervensi, maka tidak perlu khawatir dengan apa yang dilakukan negara lain seperti AUKUS atau QUAD. Tapi tentu saja ada implikasi keamanan karena itu ASEAN peduli, kata Research Fellow Asia Pacific Pathways to Progress Foundation Inc, The Philippines Dr. Aaron Jed Rabena selaku narasumber dalam sesi tersebut.

Menyoroti hal tersebut, Dr. Aaron Jed Rabena menyarankan agar ASEAN dapat berusaha memposisikan diri menjadi tiang dalam persaingan strategis antara AS dengan Tiongkok. Posisi tersebut menjadi penting karena persaingan yang terjadi tidak hanya berdampak pada AS dengan Tiongkok, tetapi kepada dunia. Oleh karena itu, kekuatan kecil dan menengah perlu terhubung satu sama lain dan memperkuat diri, termasuk ASEAN.

Menurut saya, ASEAN adalah pemain geopolitik. Kekuatan ekonomi kolektif ASEAN berarti kekuatan ekonomi dan jika ASEAN dapat membuat kekuatan lain bergantung padanya dan bukan sebaliknya, maka menurut saya ASEAN akan lebih aman, pungkas Dr. Aaron Jed Rabena.

Di sisi lain, Senior Fellow Regional Strategic and Political Studies Programme ISEAS - Yusof Ishak Institute, Singapore, Dr. William Choong lebih fokus terhadap keberadaan AUKUS dan implikasinya di Asia Tenggara. Menurutnya, jika berbicara tentang bagaimana Asia Tenggara tidak memiliki kemampuan militer untuk memastikan perdamaian dan stabilitas, kemampuan proyeksi kekuatan Australia akan membantu menjaga keseimbangan kekuatan dan Australia tidak berusaha untuk memperoleh senjata nuklir. Oleh karenanya AUKUS tidak melanggar SEANWFZ atau komitmen kamera terhadap NPT, kata Dr. William Choong.

Menyoroti hal tersebut, Dr. William Choong berpendapat bahwa keberadaan AUKUS akan tetap ada, namun tidak se-mengancam yang dipikirkan. AUKUS dan alun-alun serta semua sisi-sisi kecil ini ada di sini untuk tetap ada dan penting bagi kita untuk setidaknya sedikit tercerahkan bahwa ini bukan sesuatu yang seserius yang sebenarnya, pungkas Dr. William Choong. (NA/BIA)


Tag

Berita Lainnya