FGD Penyelesaian Sengketa Batas Laut Antara Indonesia dan Malaysia
Berita & Artikel Rabu, 2 Agustus 2023, 01:48
Lemhannas RI melalui Direktorat Pengkajian Hankam dan Geografi menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Kajian urgent dan cepat (jurpat) dengan judul Penyelesaian Sengketa Batas Laut Antara Indonesia Dan Malaysia pada Rabu (2/8), di Ruang Kresna, Gedung Astagatra Lantai 4, Lemhannas RI.
FGD tersebut merupakan kajian strategik yang membahas tentang perkembangan sengketa batas laut antara Indonesia dan Malaysia. Perkembangan situasi di perbatasan tersebut perlu dikaji secara cermat dalam rangka menjamin keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Isu ini adalah isu yang menahun bagi Indonesia dan hingga saat ini masih belum sepenuhnya selesai, kata Wakil Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI Mohamad Sabrar Fadhilah.
Di sisi lain, Indonesia dengan Malaysia memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dan bahkan pernah berada dalam kerajaan yang sama, yaitu Sriwijaya dan Majapahit.
Pada FGD yang di fasilitatori oleh Direktur Pengkajian Hankam dan Geografi Marsekal Pertama TNI Rolland D.G. Waha, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang tepat dan menerima masukan yang produktif guna dijadikan sebagai bahan kajian oleh Lemhannas RI, yang outputnya adalah berupa masukan dan saran bagi pemerintah Indonesia.
Dalam FGD tersebut, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., yang berkesempatan menjadi narasumber menyampaikan beberapa hal tentang tantangan penyelesaian batas laut Indonesia dan Malaysia.
Salah satu hal yang menjadi penyebab adalah masalah potensi sumber daya alam. Yang perlu dipahami masing-masing negara tidak akan mundur sejengkalpun, kata Prof. Hikmahanto.
Prof. Hikmahanto menyampaikan bahwa Malaysia masih berpegang pada peta Malaysia tahun 1979 yang belum mengakui konsep Negara Kepulauan Indonesia dengan basis alasan historis dan Indonesia terus secara konsisten menolak.
Sedangkan Indonesia, selama ini bernegosiasi menggunakan United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) dan menggunakan konsep Negara kepulauan.
Tantangan lain adalah di Malaysia, isu perbatasan dijadikan komoditas untuk menjatuhkan pemerintah oleh pihak oposisi. Di sisi lain, media di Indonesia termasuk media sosial kerap mengekspos masalah perbatasan sedemikian rupa sehingga membangkitkan amarah dan nasionalisme publik di Indonesia. Hal tersebut membuat pemerintah sulit untuk melakukan negosiasi dengan pihak Malaysia.
Dengan adanya tantangan-tantangan tersebut, Prof. Hikmahanto menyarankan pemerintah Indonesia perlu mengedukasi para pemangku kepentingan, khususnya masyarakat bahwa di banyak negara masih banyak batas dengan negara tetangga yang sampai hari ini belum terselesaikan atau tuntas.
Hal penting lainnya adalah perlu adanya kesabaran dan tidak pernah membawa sengketa batas wilayah ke Lembaga Penyelesaian Sengketa, seperti Mahkamah Internasional. Oleh karena itu, perlu dikedepankan penyelesaian yang mengambangkan sengketa (agree to disagree).
Turut hadir sebagai narasumber dalam FGD tersebut, yaitu Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri RI Andreano Erwin, Asisten Operasi, Survei, dan Pemetaan Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal) Laksma TNI Dyan Primana Sobaruddin, M.Sc., Direktur C BAIS TNI Brigjen TNI Mirza Patria, dan Asdep Delimitasi Zona Maritim dan Kawasan Perbatasan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI. (SP/BIA)