Ketua Komnas Perempuan Memberikan Ceramah kepada PPRA 63 Lemhannas RI

Berita & Artikel Jumat, 24 Juni 2022, 12:23

Sejumlah seratus orang peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA 63) Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) mendengarkan ceramah dari Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani yang berjudul Memajukan Kesetaraan Gender & Keadilan Transformatif demi Peneguhan Ketahanan Nasional bertempat pada Ruang NKRI, Gedung Panca Gatra, Lemhannas RI, pada Jumat (24/06).

Pada kesempatan tersebut, Ketua Komnas Perempuan menyampaikan sebuah agenda tentang memajukan kesetaraan gender dan keadilan transformatif sebagai sebuah peneguhan ketahanan nasional.

Ketua Komnas Perempuan memulai ceramah dengan memberikan gambaran kondisi kesenjangan perempuan dan laki-laki yang terdiri dari beberapa faktor, mulai dari tingkat partisipasi kerja, penghasilan, kemiskinan, angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, dan perkawinan anak serta angka kematian ibu.

Cara berbeda untuk melihat istilah gender sebagai pisau analisa. Seringkali penggunaan istilah gender dicampuradukkan dengan jenis kelamin. Padahal kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda, meskipun dua-duanya mengacu pada beda antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin adalah perbedaan yang hakiki, atau alami, antara laki-laki dan perempuan yang mengacu pada kepemilikan alat dan fungsi reproduksi. Gender adalah pembedaan yang dibuat oleh masyarakat atas karakter, peran dan posisi antara laki-laki dan perempuan.

Lebih lanjut, Ketua Komnas Perempuan membahas terkait privilege dan dinamika kuasa seorang perempuan. Identitas yang berlapis dari seorang perempuan akan mempengaruhi daya kendalinya, tuturnya. Identitas yang dimaksud dari beragam hal, mulai dari agama, pendidikan, usia, penghasilan, budaya, dll. Hal ini dikenal dengan interseksionalitas.

Selanjutnya, ia menyampaikan untuk memastikan kesetaraan substantif kita butuh keadilan transformatif. Keadilan transformatif adalah upaya untuk menghadirkan keadilan tidak hanya dengan penegakan hukum untuk penindakan pada pelaku diskriminasi atau kekerasan, serta pemulihan korban, tetapi juga memastikan jaminan tidak berulang dengan mengoreksi kondisi struktural dan sistemik yang memungkinkan diskriminasi dan kekerasan terjadi. Sejalan dengan hal tersebut, langkah afirmasi yang diberikan bisa berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Jadi dengan kesetaraan gender dan keadilan transformatif ini kita memberikan pengakuan dan penikmatan yang sama untuk HAM, tutur Ketua Komnas Perempuan.

Terakhir, ia memaparkan konteks kesetaraan gender dengan ketahanan nasional. Dari ketimpangan relasi gender, pendidikan antar gender yang berbeda akan memberikan kemampuan yang berbeda dari aspek sumber daya manusia (SDM), karena aspek pendidikan perempuan kurang diutamakan. Sehingga nanti pihak yang diharapkan untuk bisa menjadi kekuatan SDM tidak berada pada situasi yang sama untuk rata-rata memperoleh pendidikan yang lebih baik. Kemudian dengan membiasakan subordinasi perempuan dan isu perempuan, ada kemungkinan untuk memarginalisasi perempuan dan isu perempuan khususnya pada kebijakan publik. Terakhir, kepercayaan pada pemerintah dan penegak hukum minim karena isu perempuan rentan dieksploitasi.

Dengan membereskan ketidaksetaraan gender ini maka dia akan memberikan ruang untuk kita berkontribusi pada apa yang kita maknai dengan ketahanan nasional, pungkas Ketua Komnas Perempuan mengakhiri paparannya. (SP/CHP)


Tag