Gubernur Lemhannas RI Sampaikan Implementasi Relasi Agama dengan Negara Kepada Dai-Daiah Tingkat Negara MABIMS 2025
News & Article Wednesday, 10 September 2025, 13:00“Momen yang sangat penting untuk dapat sama-sama berdiskusi membahas tentang bagaimana peran agama dan para dai-daiah menjadi kelompok strategis dalam masyarakat dalam menjaga ketahanan nasional kita,” seru Gubernur Lemhannas RI Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si. saat menjadi narasumber pada kegiatan Bimbingan Teknis Penguatan Kompetensi Penceramah Agama Islam Tingkat Negara-Negara Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) tahun 2025 di Hotel Sunlake, Jakarta Utara, pada Rabu (10/9). Pada kesempatan tersebut Gubernur Lemhannas RI menyampaikan materi dengan judul “Implementasi Relasi Agama-Negara dan Ketahanan Nasional.”
Mengawali paparannya, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan ayat ketiga dan keempat dari surat Quraisy yang memiliki makna bahwa manusia diminta beribadah kepada Allah SWT sebagai pemilik Ka’bah. Ayat keempat dari surat Quraisy juga menyampaikan ibadah akan tenang dijalankan jika kebutuhan dasar manusia terpenuhi, seperti memberi makanan dan menciptakan keamanan.
Sejalan dengan hal tersebut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertuang pada pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia. Selain tujuan nasional, Indonesia juga memiliki tujuan mulia, yaitu memajukan kesejahteraan dan menciptakan masyarakat yang makmur.
Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan bahwa agama dijadikan sebagai panduan hidup manusia untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan dan dijadikan sebagai pedoman hidup serta menciptakan harmonisasi sosial. Adapun tiga pendekatan relasi agama dengan negara. Pertama adalah hubungan simbolik yang bersifat dinamis dan dialogis, agama dapat membimbing dan mendukung negara tanpa menguasai secara mutlak. Lalu yang kedua adalah hubungan sekuler bahwa agama dan negara adalah dua hal yang terpisah dan tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Kemudian yang ketiga adalah hubungan teokratis, yakni agama dan negara menyatu dan tidak dapat dipisahkan.
Untuk relasi agama dan negara, Indonesia menerapkan relasi simbiosis antara agama dan negara, yang artinya keduanya saling membutuhkan dan melengkapi. Implementasi relasi agama dan negara Indonesia telah tertuang dalam UUD NRI 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2. “Negara hadir untuk menjamin warga negaranya dan termasuk di dalamnya adalah memastikan agar kita bebas untuk beribadah sesuai dengan keyakinan kita masing-masing. Demikian juga negara hadir karena dengan adanya negara yang aman, hubungan dan aktivitas beragama juga bisa dijamin,” ujar Gubernur Lemhannas RI.
Dikatakan oleh Gubernur Lemhannas RI bahwa sebuah agama dapat tegak karena adanya negara yang menyokongnya. Negara pun tidak akan menjadi negara yang kuat tanpa nilai-nilai keagamaan yang mendukung sebagai spirit dalam konteks pembangunan.
Mengutip kalimat Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid, Gubernur Lemhannas RI mengatakan bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang mempertemukan paham nasionalisme dan agamis sehingga tidak ada tempat bagi yang ingin memecah belah persatuan bangsa. “Hal tersebut harus kita jadikan sebagai acuan bagaimana kita memastikan agar semangat kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila itu menjadi pegangan untuk kita semua,” kata Gubernur Lemhannas RI.
Lebih lanjut, Gubernur Lemhannas RI menyampaikan tantangan internal yang Indonesia hadapi, mulai dari menurunnya nilai kebangsaan, rentannya kohesi sosial, polarisasi di tengah masyarakat, egosentris, hingga faktor eksternal seperti persaingan kekuatan besar, perang dagang/trade war, perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Palestina, konflik Israel-Iran, konflik regional dan disrupsi budaya. Dalam rangka menghadapi tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini, perlu terciptanya ketahanan nasional.
Gubernur Lemhannas RI berharap para dai dan daiah yang hadir dapat menjadi Raksaka Dharma atau penjaga nilai-nilai kebangsaan yang berdasar pada empat konsensus dasar bangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Gubernur Lemhannas RI berpesan kepada seluruh peserta yang hadir, dalam menyiarkan agama Islam harus menghargai perbedaan dan menjaga produktivitas dalam menjaga keamanan.
Dalam program Asta Cita, para dai dan daiah memiliki tugas untuk mewujudkan Asta Cita nomor delapan, yakni memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan alam dan budaya serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. “Negara membutuhkan penceramah keagamaan yang toleran, mampu menjadi tauladan, dan berwawasan kebangsaan dalam mendukung ketahanan nasional,” ujarnya.
Mengakhiri paparannya, Gubernur Lemhannas RI berharap kepada para dai dan daiah yang hadir agar terus menjaga keharmonisan umat, terus mendorong persatuan dan kesatuan, mencegah paham radikalisme, membangun kerja sama ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah yang harus terus-menerus digelorakan. (SP/CHP)