Menkomdigi RI: Menjaga Ruang Digital yang Sehat, Aman, Produktif dan Berdaulat Harus Menjadi Prioritas dan Tugas Bersama
News & Article Tuesday, 27 May 2025, 12:00Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia Meutya Hafid berkesempatan memberikan kuliah umum kepada peserta Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) angkatan ke-68 dan Pendidikan Pemantapan Pimpinan Nasional (P3N) angkatan ke-25 Lemhannas RI di Auditorium Gadjah Mada, pada Selasa (27/5).
Gubernur Lemhannas RI Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si. menyambut langsung kedatangan Meutya Hafid. Pada kesempatan tersebut, Meutya Hafid bicara tentang meningkatkan ketahanan nasional di era digital menghadapi hoaks dan ancaman siber. Dengan nama instansi yang baru, Meutya Hafid mengatakan “digitalisasi” merupakan afirmasi bagi Kemkomdigi RI yang akan berfokus dalam mencermati perkembangan digitalisasi sebagai concern Presiden Prabowo Subianto dan terkhusus juga di bidang keamanan digital.
Dalam menghadapi konstelasi kekinian geopolitik dan geoekonomi, transformasi digital memainkan peranan strategis dalam membangun ketahanan nasional sebagai salah satu visi asta cita Presiden Prabowo Subianto. Ruang digital membawa peluang besar untuk kemajuan, namun sebagaimana diketahui di saat yang bersamaan juga membuka celah bagi risiko baru yang tidak dapat diabaikan.
Di antara permasalahan yang timbul, hoaks dan kebencian dapat merusak tatanan di ruang digital bahkan mengancam ketahanan nasional dalam seluruh dimensinya, mulai dari ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hingga pertahanan dan keamanan. “Oleh sebab itu menjaga ruang digital yang sehat, aman, produktif dan berdaulat harus menjadi prioritas dan tugas kita bersama dalam menjaga kedaulatan bangsa. Sekali lagi kuncinya bahwa ini ada di berbagai lini, tidak hanya di ideologi, politik, ekonomi, tapi juga keamanan dan sosial budaya,” ujar Meutya Hafid.
Dibalik kemajuan teknologi dan perluasan akses informasi, negara dihadapkan pada realitas ancaman dari hoaks dan kejahatan siber yang diklasifikasi menjadi misinformasi (Informasi yang salah dan tersebar tanpa unsur kesengajaan yang lahir dari ketidaktahuan), disinformasi (Informasi palsu yang disebarkan secara sengaja dengan tujuan memperdaya, membelokkan opini, hingga merusak kepercayaan publik), dan malinformasi (Informasi yang benar, namun disebarluaskan dengan maksud menyakiti, mempermalukan, atau menghancurkan reputasi seseorang atau lembaga).
Adapun bahaya ancaman siber lain, di antaranya ransomware (penahanan data penting dengan menuntut tebusan), data breach (kebocoran data yang mengekspos informasi pribadi/lembaga), phising (upaya penipuan lewat surat elektronik, chat, situs palsu), baiting (penipuan dengan menawarkan hadiah), dan lainnya.
Lebih lanjut, Meutya Hafid menyampaikan ketahanan nasional juga bersifat multidimensional yang tidak hanya berdiri sendiri di atas militer, tetapi juga berpijak kokoh pada politik, ekonomi dan sosial budaya. Dari sisi ideologi hoaks yang bertebaran seperti paham radikalisme, intoleransi, dan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Kemudian pada sisi politik, disinformasi digunakan untuk manipulasi opini publik dan mengganggu demokrasi.
Lalu dari aspek ekonomi, serangan siber menimbulkan kerugian yang berdampak pada sektor keuangan dan UMKM. Pada aspek sosial budaya, ujaran kebencian yang tersebar tentang SARA dan konten manipulatif mengancam kohesi sosial. Sedangkan pada aspek pertahanan dan keamanan, ancaman pada sistem komando, komunikasi, dan intelijen negara yang ditargetkan pada server pemerintahan, sistem strategis, dan infrastruktur militer.
Sejalan dengan hoaks dan serangan siber, negara telah membuat strategi yang dituangkan pada penguatan regulasi, yakni Perlindungan Data Pribadi (asas keadilan, transparansi, akuntabilitas) yang diatur dalam UU No. 27/2022, lalu Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber dalam Perpres No. 47/2023, Sanksi lebih berat bagi kejahatan siber dalam UU No. 1/2024 (ITE revisi), Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dalam PP No. 71/2019, dan Pengaturan Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat dalam Permenkominfo No. 10/2021.
Selain penguatan regulasi, strategi dalam menghadapi hoaks dan serangan siber dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi digital dan pengecekan fakta. Hal tersebut merupakan gerbang utama dalam meningkatkan kapasitas masyarakat untuk teknologi digital secara bijak.
Lebih lanjut, Meutya Hafid juga menyampaikan strategi penanggulangan dalam menghadapi serangan siber. Meutya Hafid menyampaikan bahwa kapasitas sumber daya manusia juga perlu ditingkatkan dengan fokus membekali talenta digital yang adaptif dan berdaya saing tinggi.
Adapun pelatihan literasi digital yang dilakukan oleh Komdigi RI, yaitu micro skill, thematic academy, digital entrepreneurship academy, dan digital talent scholarship. Pelatihan-pelatihan tersebut mengadopsi teknologi lokal, seperti sistem deteksi dini hingga proteksi terhadap malware, ransomware, dan kebocoran data.
Selain meningkatkan kapasitas SDM, kolaborasi stakeholder juga perlu dibangun antara institusi (BSSN, Kemkomdigi, TNI/Polri unit siber), akademisi dan media massa, masyarakat sipil sampai organisasi non pemerintah, sektor swasta dan lembaga kementerian terkait.
“Komdigi akan senang jika bisa dibantu bapak ibu sekalian nantinya. Masyarakat harus kita beri penyuluhan, sosialisasi, pemahaman bahwa internet itu bisa digunakan untuk manfaat bahkan mudarat, hingga ujungnya dapat memilah sendiri mana yang aman (dan) yang tidak, yang baik (dan) yang tidak,” pungkas Meutya Hafid. (SP/CHP)